Inibaru.id – Dari sekian banyak tempat wisata air yang ada di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Barangkali kisah Embung Sikajar yang ada di Desa Pondok, Kecamatan Karanganom yang paling unik. Apalagi, baru-baru ini ada kabar tentang kembalinya sebuah batu yoni seberat 1 ton ke kawasan embung tersebut.
Embung Sikajar bisa kamu temui kurang lebih 11 kilometer ke arah utara dari Alun-alun Klaten. Meski kawasan embung ini baru benar-benar diurus pada awal 2020-an, masyarakat setempat meyakini mata air di kawasan tersebut sudah eksis sejak zaman kerajaan. Keberadaan batu yoni 1 ton di kawasan itu jadi buktinya.
“Batu yoni dikenal sebagai simbol kesuburan pada masa Kerajaan Mataram Kuno yang eksis pada abad ke-8 sampai abad ke-9 Masehi. Dulu masyarakat Mataram Kuno memuja Dewi Parvati sebagai Dewi Kesuburan,” jelas salah seorang pegiat budaya dari Klaten, Hari Wahyudi sebagaimana dilansir dari Solopos, Selasa (5/3/2024).
Mengingat Klaten pada zaman dahulu masuk wilayah Mataram Kuno, bukan hal aneh melihat batu-batu yoni beterbaran di sana. Selain batu yoni yang ada di Embung Sikajar, ada 125 batu yoni lainnya yang kebanyakan ditemui di area persawahan, dekat dengan sumber air, atau aliran sungai.
Tunggu dulu, kalau memang yoni dengan ukuran 84 cm x 84 cm x 78 cm ini memang aslinya ada di kawasan Embung Sikajar, mengapa sempat berada di tempat lain dan kemudian kembali baru-baru ini?
Kepala Desa Pondok Budi Utama punya ceritanya. Jadi, sejak dulu masyarakat setempat sudah tahu dengan keberadaan sumber mata air kuno dengan batu yoni bersejarah di dekatnya. Sayangnya, kawasan di sekitar sumber mata air yang dulunya adalah area persawahan subur itu nggak diurus dengan benar sejak 1980-an.
Nggak ingin batu yoni bersejarah itu jadi rusak, pemerintah desa dan warga pun memindahkan batu yoni itu ke tengah perkampungan warga yang berjarak kurang lebih 400 meter dari posisi aslinya pada 1995 sebagai simbol desa. Nah, barulah pada 2020, pemerintah desa melakukan pengelolaan kawasan Embung Sikajar dengan dana kurang lebih Rp1 miliar.
“Memang dari dulu sudah ada sumber mata air ini meski debitnya kecil. Kita kelola aga bisa dimanfaatkan untuk peternakan, perikanan, atau perkebunan. Karena sudah dikelola dengan baik, kami kembalikan batu yoni bersejarah ini ke tempat asalnya. Sebelumnya kita juga sudah melakukan kajian dengan pegiat cagar budaya agar bisa mengembalikan batu yoninya dengan benar demi menghargai karya para leluhur” terang Budi, Selasa (5/3).
Oleh karena itulah, cerat batu yoni tersebut diposisikan mengarah ke utara, sesuai dengan posisi batu yoni sebagaimana saat sebelum dipindahkan dulu. Memang, ada bagian ceratnya yang sudah hilang. Setidaknya posisinya sudah sesuai dengan saat batu yoni ini dibuat pada masa kerajaan, meski fungsinya nggak lagi sebagai tempat pemujaan.
Hm, menarik juga ya kisah tentang batu yoni di Embung Sikajar ini. Gimana, Millens, tertarik nggak melihat langsung embung ini di Klaten? (Arei Widodo/E05)