inibaru indonesia logo
Beranda
Pasar Kreatif
Othok-Othok Sahal dan Kans Bisnis Sentra Produksi Mainan Anak di Jepara
Jumat, 28 Jun 2024 17:00
Bagikan:
Othok-othok menjadi salah satu komoditas banyak dicari di sentra mainan anak di Jepara. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Othok-othok menjadi salah satu komoditas banyak dicari di sentra mainan anak di Jepara. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Melalui Sahal dan othok-othok buatannya, saya berusaha meraba kans bisnis sentra produksi mainan anak di Jepara yang telah ada sejak puluhan tahun silam.

Inibaru.id - Musim libur sekolah seperti sekarang ini nggak hanya disambut gembira anak-anak. Di Desa Karanganyar, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, para orang dewasa juga menantikannya. Bukan berpikir untuk tamasya, tapi libur panjang adalah penanda bahwa itulah waktunya "panen raya".

Sebagian besar warga Desa Karanganyar adalah perajin dolanan anak. Nah, pada masa-masa libur panjang seperti hari raya atau kenaikan kelas, permintaan "mainan kampung" tersebut biasanya bakal meningkat pesat. Maka, tentu saja saat-saat seperti sekarang ini bakal mereka nantikan.

Benar saja, baru beberapa meter memasuki Karanganyar, saya sudah melihat deretan toko dolanan anak yang penuh sesak dijejali berbagai mainan bikinan tangan. Pun demikian saat masuk ke gang-gang di desa tersebut. Nggak berlebihan kalau desa ini disebut sebagai sentra dolanan anak.

Tujuan saya adalah bertemu Ahmad Sahal, perajin mainan anak yang mewarisi usaha yang dibangun orang tuanya sejak 2005. Seperti kebanyakan rumah di Karanganyar, teras rumah Sahal, begitu dia biasa disapa, juga dipenuhi mainan anak, baik yang sudah jadi maupun baru sebagian dikerjakan.

Saya tiba di rumah Sahal saat lelaki ramah ini tengah berkutat dengan mesin pemotong busanya di selasar rumah. "Ini untuk bikin roda othok-othok (dolanan dari kaleng bekas dengan pemukul kecil dari kayu yang dililitkan karet gelang)," sambutnya begitu melihat kedatangan saya, belum lama ini.

Kampung Dolanan Anak

Roda othok-othok dibuat dengan memanfaatkan limbah spons dari pabrik televisi. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)
Roda othok-othok dibuat dengan memanfaatkan limbah spons dari pabrik televisi. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Setelah sejenak berbasa-basi, Sahal mulai bercerita bahwa Karanganyar memang sudah menjadi sentra produksi dolanan anak sejak sangat lama. Semula, mereka adalah para penjual mainan anak di kota besar. Namun, mereka kemudian mulai belajar meniru dan membuatnya sendiri untuk dijual.

"Setiap perantau yang jual mainan di kota besar akan membawa model mainan baru ke desa ini untuk ditiru, meski nggak sama persis," paparnya. "Kalau yang terbaru, ini ada upin-ipin, terus barongsai (menunjuk othok-othok yang dibuatnya)."

Profesi yang ditekuni Sahal saat ini adalah usaha yang dilakoni orang tuanya sekitar dua dekade silam. Usaha tersebut sudah ada sejak dirinya masih kecil. Orang-orang di sekitarnya juga telah melakoni usaha ini sejak lama, lalu diwariskan ke generasi selanjutnya seperti dirinya.

Untuk menghindari persaingan bisnis dengan tetangga lantaran mereka sama-sama memproduksi dolanan anak, Sahal dan para perajin menyikapinya dengan membuat mainan dengan bentuk berbeda, meski modelnya sama.

"Saya, misalnya, khusus bikin (wayang) Upin-Ipin dan othok-othok, berbeda dengan perajin lain supaya kami bisa sama-sama berbagi rezeki," tuturnya.

Kreatif Mengolah Limbah

Perakitan otok-otok mengandalkan kreativitas untuk memadukan bahan limbah. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)
Perakitan otok-otok mengandalkan kreativitas untuk memadukan bahan limbah. (Inibaru.id/ Alfia Ainun Nikmah)

Agar bisa berbeda dengan tetangga tapi tetap bersaing di pasaran, Sahal mengatakan, modalnya adalah kreativitas dan keinginan untuk terus belajar. Trial and error. Sementara, untuk bahan-bahan yang dipakai, dia memanfaatkan limbah pabrik dan jasa pemulung.

"Sebagian besar (yang dipakai untuk produksi) bahan bekas. Spons (sponge atau busa) sisa, kami beli ton-tonan langsung dari pabrik televisi, sedangkan kaleng bekas dari pemulung," paparnya. "Selebihnya, kami memakai jasa sablon dan mengandalkan pewarnaan."

Sahal menjual mainan yang dibikinnya seharga Rp2.000 untuk wayang upin-ipin dan Rp4.000 untuk othok-othok. Per tiga hari, dia mengaku bisa memproduksi sekitar 1.000 wayang dan 500 othok-othok. Untuk distribusi, dia mengandalkan penjualan langsung maupun daring.

"Hampir semua lini kami layani. Secara offline, kami jual ke pedagang kecil, warung, dan toko. Untuk daring, kami juga buka toko di medsos dan marketplace seperti Shoppe, Lazada, Facebook, dan lain-lain, tergantung pemesan," tandasnya.

Bisnis yang menggiurkan, bukan? Semoga saja liburan kali ini menjadi berkah untuk Sahal dan kawan-kawan. Di tengah gempuran gim daring dan berbagai mainan modern, semoga bunyi othok-othok bikinan mereka terus terdengar nyaring di telinga anak-anak, ya! (Alfia Ainun Nikmah/E03)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved