Inibaru.id – Bulu tangkis masih menjadi olahraga andalan Indonesia. Nah, tahu nggak, Indonesia punya banyak produsen shuttlecock atau kok yang digunakan dalam permainan bulu tangkis? Bahkan, kualitas kok yang diproduksi nggak kalah dengan kualitas kok dari negara lain. Hebat!
Mengutip bisnisukm.com, bisnis yang dilakukan secara turun-temurun ini sudah mencapai 210 unit usaha kecil dan menengah serta 10 unit perusahaan besar. Sebagian usaha yang berada di Kota Tegal, Jawa Tengah tersebut adalah PT Gajahmada di Jalan Gajahmada, PT Sinar Mutiara di Jalan Kapten Sudibyo, PT Mido di Jalan Udang, PT Tora Sakti Indotama dan PT Garuda Budiono Putra.
Yup, industri kok di Kota Tegal memang berbeda dari industri di beberapa daerah lain seperti Solo. Solo sejak awal dikenal sebagai produsen kok dari bulu ayam, seperti ditulis laman shuttlecock.info (2/3/2017). Sementara, warga Tegal memproduksi kok dari bulu itik dan angsa. Nah, kok dari bulu angsa ini merupakan standar internasional, lo.
Baca juga:
Menggosok Tempurung Kelapa, Mencipta Kerajinan Unik
Menangguk Untung dari Pohon Surgawi
Yang lebih menarik, Kota Tegal juga mempunyai sentra penghasil kok. Sentra tersebut berada di Kelurahan Lawatan, Kecamatan Dukuhturi. Di desa tersebut, para warga juga memelihara itik-itik untuk diambil bulunya. Maka, kalau kamu ke tempat ini, kamu bakal menemukan warga yang sedang asyik membersihkan bulu di sungai atau menjemur bulu-bulu di bawah sinar matahari.
Sementara, untuk memenuhi kebutuhan bulu angsa, para warga membeli bulu angsa dari daerah lain di Indonesia, khususnya Jepara. Menurut djarumbadminton.com (14/2/2016), gabus yang dipakai sebagai penampang bulu bahkan juga diimpor dari Portugal dan Spanyol.
Mengutip merdeka.com (13/1/2017), bulu-bulu tersebut dibersihkan terlebih dahulu dan direndam dengan pemutih atau soda api selama beberapa jam. Lalu, bulu dibilas dan dikeringkan. Setelah itu, bulu-bulu dirapikan dan dicetak dengan alat pon. Jika setelah dicek masih ada bagian yang belum sempurna, kok akan dirapikan dan dibersihkan secara manual. Proses dilanjutkan dengan memasang 16 bulu pada dudukan kepala dari gabus. Jumlah ini juga disesuaikan dengan standar internasional. Terakhir, susunan itu dikaitkan dengan benang dan lem. Jadi, deh, kok yang kuat dan nggak gampang rusak!
Baca juga:
Kurcaci Bonggol Bambu Unik dari Blora
Dari Bahan Baku Bekas, Industri Kuningan Juwana Suguhkan Beragam Karya
Nggak dimungkiri, problematika cuaca masih jadi kendala dalam memproduksi kok. Jika cuara nggak cerah, proses penjemuran sulit dilakukan. Kendati demikian, rata-rata para pengrajin di Desa Lawatan sanggup memproduksi 12.000 kok per hari.
Wah, banyak sekali, ya. Kapan-kapan kalau main ke Tegal, yuk berkunjung ke daerah-daerah penghasil kok. (AYU/SA)