Inibaru.id - Wayang, salah satu kebanggaan budaya Indonesia yang tumbuh subur di Jawa dan Bali, sudah lama diakui UNESCO sebagai mahakarya dunia yang patut dilestarikan. Namun, seiring derasnya arus budaya asing seperti musik K-Pop dari Korea atau anime Jepang, eksistensi wayang kian tergerus. Generasi muda pun semakin asing dengan seni tradisi ini.
Fenomena ini mengusik hati Daud Nugraha, alumnus Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Teknologi Bandung. Berbekal kecintaannya pada budaya, Daud melahirkan gebrakan baru dalam bentuk karya sastra animasi bertajuk Aniwayang. Karya ini digarap di studio miliknya, Desa Timun, dan menjadi animasi wayang pertama di Indonesia.
Dalam proses pembuatan Aniwayang, Daud nggak bekerja sendiri, Millens. Melansir Opini, Jumat (27/6) dia dibantu oleh istrinya, Ricca Virria, serta kedua anak mereka, Carmen Nugraha yang berusia 10 tahun dan Hiro Nugraha yang masih berusia 5 tahun. Kehadiran keluarga kecil ini membuat proses kreatif terasa lebih hangat dan kompak.
O ya, alih-alih tampil penuh warna seperti animasi kebanyakan, Aniwayang justru memikat lewat sentuhan visual serba cokelat dengan latar kuning khas pertunjukan wayang kulit. Animasi ini menggunakan teknik boneka bayangan, lengkap dengan kayu yang menopang tokoh-tokohnya. Persis kan seperti wayang kulit yang dimainkan dalang?
Daud secara pribadi nggak menampik jika konsep Aniwayang terinspirasi dari seni tradisi wayang yang sudah mengakar kuat di Nusantara.
"Jepang punya anime, Indonesia punya aniwayang," ungkap Daud melansir Desa Timun.
Lewat inovasi ini, dia berharap wayang nggak sekadar sejarah, tapi juga bisa menjadi karya kontemporer yang dekat dengan generasi muda.
Disambut Positif
Sejak kali pertama diluncurkan, Aniwayang telah mendapat sambutan positif. Beragam penghargaan berhasil diraih, termasuk predikat film animasi pendek terbaik di Festival Film Indonesia 2022 dan tampil di Kineko International Children’s Film Festival di Jepang pada tahun yang sama.
Nggak berhenti sampai di situ, pada 2023, karya ini diputar di San Diego International Children’s Film Festival dalam gelaran ComiCon Amerika Serikat.
Eits, belum selesai, Aniwayang juga meraih penghargaan Special Jury Mention di Jaipur International Children’s Film Festival (ICFF) India 2024 dan berhasil ditonton lebih dari 4.500 anak.
Petualangan Tiga Bocah
Cerita dalam Aniwayang berpusat pada petualangan seru tiga bocah, Cila, Cili, dan Cilo. Sebagaimana anak-anak pada umumnya, mereka melakukan banyak kegiatan seru seperti bermain dan membuat aneka mainan. Kamu bisa banget menontonnya di Channel YouTube Desa Timun. Petualangan mereka dikemas dalam humor dan ringan untuk anak-anak.
Selain visual dua dimensi yang menampilkan tokoh hanya dari sisi samping, detail motif batik di setiap karakter menambah kuat nuansa lokal, lo.
Musik pengiringnya pun memakai gamelan tradisional, semakin menegaskan identitas budaya yang diusung. Menariknya, cara penyampaian cerita juga meniru gaya pertunjukan wayang kulit, bukan sekadar animasi digital biasa.
Saking bagusnya, Jepang yang notabene menjadi kiblat animasi mendubbing Aniwayang! Keren kan?
Yap, di tengah maraknya tontonan anak-anak yang serba modern, Aniwayang muncul membawa semangat baru dengan memperkenalkan budaya bercerita khas Indonesia lewat medium yang lebih akrab bagi anak-anak masa kini. Harapannya, animasi ini bisa jadi langkah sederhana untuk menjaga warisan budaya agar tetap hidup dan dicintai. Eh, kamu sudah nonton, Millens? (Siti Zumrokhatun/E10)