Inibaru.id - Salah satu kuliner yang patut dicoba ketika mengunjungi Kabupaten Batang adalah serabi Kalibeluk. Bila serabi di beberapa kota berukuran kecil, beda sama serabi Kalibeluk ini, Millens. Bentuknya besar dan berdiameter sekitar kurang lebih 10 sentimeter.
Kuliner bercita rasa manis gurih ini memiliki cerita asal usul yang menarik. Masyarakat Batang percaya jika serabi ini terkait dengan perempuan bernama Nyai Randinem. Ia adalah seorang perempuan cantik yang pertama kali membuat dan menjual kue tersebut.
“Resep kue serabi ini dia dapatkan dari Ki Ageng Cempaluk dari Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah,” tulis Yesaya Wisnu sebagaimana dimuat Solopos (24/3/2022).
Sebagai informasi, Ki Ageng Cempaluk merupakan ayah dari Tumenggung Bahurekso yang merupakan Senopati Kerajaan Mataram Islam. Ia dikenal sebagai sosok pembuka jalan di Alas Roban. Itu lo kawasan konservasi yang kini dikenal angker.
Ceritanya, Ki Ageng Cempaluk ini memberikan wejangan kepada Nyai Randinem untuk konsisten membuat serabi. Ia meyakinkan bahwa hidup Nyai Randinem akan penuh berkah dan berkecukupan pada masa mendatang.
“Perkataan Ki Ageng Cempaluk ini membuahkan hasil di mana keturunan Nyai Randinem berhasil memasarkan kue Serabi Kalibeluk Batang hingga sekarang,” papar Yesaya.
Konon, omongan Ki Ageng Cempaluk terbukti. Masyarakat percaya jika hanya keturunan dari Nyai Randimen yang bisa membuat serabi tersebut dengan cita rasa yang wah.
Kalau ada orang di luar keturunan Nyai Randinem yang membuat, tekstur kue serabinya akan lembek, rasanya hambar, meski adonan tepung, kelapa atau santan, dan gulanya tepat ukuran.
“Wah saya tidak tahu pak ya.. kalau menurut saya siapapun bisa mencobanya, syaratnya harus telaten,” jawab Surini salah seorang keturunan dari Nyai Randinem yang dimuat Mojok.
Menjaga warisan
Kini di Desa Kalibeluk, melansir GNFI (28/2/2023), hanya terdapat sekitar delapan rumah tangga yang membuat kue serabi. Mereka masih keturunan dari Nyai Randinem yang terus menjaga warisan kuliner dari leluhurnya tersebut.
Surini menjelaskan bahwa dia mendapat keahlian membuat kue serabi dari orang tuanya. Setiap hari dirinya membuat serabi dengan bantuan anak-anaknya. Dalam sehari, Surini mengaku bisa menghasilkan kue serabi sebanyak 40 tangkup atau 80 buah.
“Untuk membuat serabi sebanyak 80 buah atau 40 tangkep diperlukan 15 kg beras ditambah kelapa 15 butir, gula aren, dan daun pandan secukupnya. Sedangkan untuk mencetak serabi hingga matang, setiap serabi membutuhkan waktu sekitar 5 atau 6 menit,” tutur Surini.
Biar kuliner ini tetap memiliki aroma khas, Surini menggunakan kayu bakar alih-alih elpiji atau arang. Selain itu, untuk membuat tepung beras dia masih mengerjakannya secara tradisional. Barangkali bagi Surini hal ini sudah pakem sehingga ketika Pemkab Batang hendak memberikan bantuan mesin, dirinya menolak secara halus.
“Itu bisa berpengaruh terhadap rasa serabi yang sudah kita buat secara turun temurun ini,” terangnya.
Hm, salut ya untuk para keturunan Nyai Randinem yang terus melestarikan resep turun temurun ini ya? Eh, kamu sudah pernah mencicipi serabi Kalibeluk, Millens? (Siti Zumrokhatun/E07)