Inibaru.id – Salah satu wisata yang wajib dikunjungi di Kota Solo adalah Pasar Triwindu. Suasana zadoel, klasik, dan tentu saja antik jadi daya tarik pasar klithikan ini. Banyak wisatawan yang terkesan dengan barang-barang yang dijual di sana, termasuk saya.
Menyusuri lorong-lorong Pasar Triwindu bikin saya semakin tertarik dengan gerak kehidupan lampau masyarakat Kota Solo. Karena itu, saya memutuskan untuk mencari tahu lebih dalam lewat budaya kulinernya.
Soto Triwindu. (Inibaru.id / Verawati Meidiana)
Yap, seni berkuliner bukan cuma tentang makan enak, bukan? Selalu ada budaya dan sejarah dari setiap proses pembuatannya, bahkan dari setiap taburan garam dan gulanya.
Untuk mendapatkan jawaban tersebut saya mengunjungi sebuah warung soto legendaris di belakang Pasar Triwindu. Kelezatan soto tersebut kabarnya pernah jadi bagian dari sejarah Keraton Mangkunegaran. Hm! Begitulah kata Murwani, pewaris generasi ketiga warung soto tersebut. Orang-orang menyebutnya Soto Triwindu.
Nggak sulit untuk menemukan warungnya. Saya hanya perlu masuk ke sebuah gang di Jalan Teuku Umar No 43, Keprabon, di dekat area Pura Mangkunegaran. Di depan gang, sebuah plang berwarna kuning jadi penanda keberadaan warung itu.
Seketika aroma khas kuah soto tercium. Benar saja, nggak jauh dari bibir gang, warung itu sudah bisa saya temukan. Saya bisa melihat seorang pria tengah mengaduk-aduk kuah di sebuah periuk besar.
Soto Triwindu. (Inibaru.id / Verawati Meidiana)
Pada samping bangunan ada kompor dan kuali tanah yang masih mengeluarkan asap. Yap, Soto Triwindu dimasak di sana, masih dengan peralatan zadoel.
Sementara, pada bagian dalam warung, meja-meja kayu berbaris dengan bufet kaca di atasnya. Lauk tambahan seperti gorengan dan satai ditata rapi dalam bufet. Sementara, kaleng-kaleng kerupuk zadoel berada di atasnya. Yeah, pemandangan ini terlihat kuno, tapi istimewa.
Asyik memperhatikan isi warung, pramusaji justru telah sigap menyiapkan semangkuk nasi lengkap dengan tambahan tauge. Kuah berwarna kecoklatan dan potongan daging disiram di atasnya. Terakhir, taburan bawang goreng bikin tampilannya semakin sedap.
Soto Triwindu. (Inibaru.id / Verawati Meidiana)
Porsinya nggak terlalu besar, seukuran dengan mangkuk bubur ayam. Saya memilih menikmatinya dengan perasan jeruk nipis dan sambal, tanpa kecap.
Oya, satu tusuk satai ayam saya ambil untuk lauk tambahannya. Sebenarnya, ada banyak lauk pendamping yang disediakan di sana, mulai dari empal, lidah, paru, otak, limpa, hingga kikil. Sayang, saya datang terlalu siang, jadi semua lauk tambahan itu sudah ludes lebih dulu.
Soal rasa, kita mulai dengan kuahnya, ya! Kuah sotonya sangat segar, Millens. Terasa gurih dari kaldu daging sapi dan rempah-rempahnya. Saya lebih suka kuah soto yang ini. Yap, dibanding soto Kudus dan Semarang yang didominasi bawang putih goreng, kuah Soto Triwindu lebih sesuai dengan selera saya.
Soto Triwindu. (Inibaru.id / Verawati Meidiana)
Dus, dagingnya sangat empuk dan terasa segar seperti baru selesai dimasak. Dipadu dengan tauge mentah yang masih renyah, rasanya sungguh nikmat. Sate ayamnya cenderung manis, tapi cocok dimakan dengan kuah soto yang asin. Wah!
Pengalaman kuliner ini sungguh menarik. Kalau saya ke Surakarta lagi, Soto Triwindu harus masuk daftar wisata kuliner saya. Yap, Soto Triwindu memang selalu bikin rindu! Ha-ha. (Verawati Meidiana/E03)
Soto Triwindu
Kategori : Warung Makan
Alamat : Jalan Teuku Umar No. 43, Keprabon, Surakarta, Jawa Tengah.
Jam Buka : 05.30 - 15.30 WIB
Harga Menu : Rp 3.000 s.d. Rp 16.000