Inibaru.id - Sekarang, Batik Sekar Arum telah memiliki banyak pelanggan setia. Bahkan, usaha dan jenama itu juga sudah dikenal luas oleh masyarakat Demak. Tapi, jauh sebelum berada pada titik ini, Khoirul Anhar, sang pemilik, harus melewati tantangan demi tantangan yang kini menjadi pengalaman berharga baginya.
Batik Sekar Arum dirintis pada 2014. Seperti kata Khoirul, memulai usaha batik tidak bisa dibilang mudah. Selain harus memiliki ketrampilan, ketekunan, dan taste yang tinggi, pengusaha batik juga harus punya modal besar untuk mengembangkan usahanya. Dahulu, untuk bisa mendapatkan dana sebagai kapital, lelaki 44 tahun itu sempat menjual motor kesayangannnya.
Bersama Basiroh, sang istri, Khoirul lalu membulatkan tekad untuk terus berusaha mengembangkan usahanya itu dengan membuat batik khas Kota Wali. Mulanya, warga Dukuh Kroya, RT 3 RW 1 Desa Gebang Arum, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak itu membuat batik tulis dengan pewarna alami yang diperoleh di sekitar rumahnya.
"Kali pertama memakai pewarna alam, seperti tumbuhan mahoni yang saya ambil di pinggir-pinggir jalan. Lalu, akar mangrove juga," katanya kepada Inibaru.id belum lama ini.
Menurut Khoirul, tantangan terbesar adalah memasarkan batik yang sudah dibuatnya. Dia melakukan berbagai upaya, termasuk menawarkan langsung ke instansi-instansi. Sayang hal itu tidak membuahkan hasil. Tapi penolakan demi penolakan tidak lantas membuatnya patah semangat. Dirinya selalu mempelajari setiap kesalahan dan menerima masukan.
"Dulu sempat door to door, tapi saya jadi nggak enak sendiri. Mereka menilai 'kok kayak gini bisa mahal ya'. Padahal saat itu saya menggunakan bahan pewarna alami," ujarnya.
Beralih ke Warna Terang
Gagal menjual batik tulis dengan pewarna alami, Khoirul kemudian beralih menggunakan pewarna kimia dengan ciri khas cetar dan terang. Kebetulan di wilayah pantura memang terkenal dengan pewarnaan seperti itu. Ya, mau tidak mau, Khoirul pun mengikuti selera pasaran.
Satu per satu batik yang dia buat dengan warna cerah itu pun akhirnya diminati masyarakat dan banyak terjual. Batik tulis yang dulunya mendapatkan penolakan, kini justru banyak dicari karena kualitas batik dan pewarnaannya yang khas.
Untuk memasarkannya, Khoirul bekerja sama dengan salah satu butik tersohor di Kabupaten Demak. Tidak hanya itu, Batik Sekar Arum juga banyak menerima pesanan dari luar daerah seperti Medan, Bekasi, Jakarta, Jawa Timur, Jepara, Lamongan, serta dari mancanegara seperti Singapura, Thailand, Taiwan, dan Amerika.
Desain Dijiplak
Sudah berkembang sesuai harapan, benarkah ujian-ujian berhenti menerpa? Tentu saja tidak. Tantangan selanjutnya adalah soal penjiplakan. Pernah ada salah seorang pembeli menjiplak hasil karyanya. Motif batik yang dia buat digandakan menjadi batik printing dan diklaim begitu saja.
Perasaannya kala itu tentu saja kecewa, kesal, dan tidak percaya. Dia bahkan sudah mengajukan komplain dan mempertanyakan mengenai batik yang dijiplak itu. Namun, si pencuri karya tidak mau mengaku, sementara Khoirul yakin itu karya orisinalnya.
Waktu yang terbuang sia-sia untuk meladeni pembeli nakal membuat tumpukan pesanan Batik Sekar Arum menjadi tak tergarap. Lalu, dia memutuskan untuk mengikhlaskan batik yang kadung dicap orang tersebut. Dia hanya bisa berharap dan pasrah kelak, pencuri batiknya mendapatkan ganjaran setimpal.
Kini, Khoirul, pengusaha batik khas Demak ini semakin mantap menjalani bisnisnya. Dengan banyaknya tempaan yang pernah dia alami di masa lalu, menjadikan Batik Sekar Arum semakin berjaya dan makin dikenal masyarakat luas. (Ayu Sasmita/E10)