inibaru indonesia logo
Beranda
Inspirasi Indonesia
Indra Suroinggeno, Sosok Dalang Pelestari Wayang Beber
Selasa, 23 Mei 2023 14:00
Bagikan:
Dalang Indra Suroinggeno saat mementaskan wayang beber di Museum 'Ranggawarsita' Jateng. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Dalang Indra Suroinggeno saat mementaskan wayang beber di Museum 'Ranggawarsita' Jateng. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Berbeda dengan wayang kulit atau wayang golek yang masih sering kita lihat, keberadaan wayang beber jauh dari kata populer. Bagaimana keadaan seni wayang tertua di Indonesia ini sekarang? Inilah penuturan dari dalang wayang beber Indra Suroinggeno.

Inibaru.id - Dibanding wayang kulit, wayang golek, atau wayang orang, nama wayang beber mungkin terdengar lebih asing di telinga sebagian orang. Padahal, berdasarkan informasi yang saya kumpulkan, wayang beber adalah wayang tertua yang kita miliki, lo.

Kendati sudah mengetahui fakta ini cukup lama, baru sekali saja saya melihat langsung pertunjukan wayang beber, yakni pada pembukaan pameran tematik "Rupa Wayang Nusantara" di Museum Ranggawarsita Jawa Tengah, beberapa waktu silam.

Dalam bahasa Jawa, beber berarti "bentang". Yap, memang begitulah cara wayang beber dimainkan. Untuk memulai cerita, dalang akan membentangkan gulungan kain berlukiskan cerita wayang, lalu mulai bercerita diiringi tetabuhan gamelan dan lantunan pesinden.

Indra Suroinggeno, dalang wayang beber yang manggung pada pameran itu mengungkapkan, wayang beber telah muncul di tengah-tengah masyarakat sejak Kerajaan Jenggala di Jawa Timur sekitar awal abad ke-11. Jadi, keberadaannya jauh lebih tua dari wayang kulit.

"Dulu wayang beber dilukis pada daun lontar dan dipahat dalam bentuk relief," tutur Indra yang saya temui nggak lama setelah turun dari mendalang.

Menjaga Eksistensi

Untuk melestarikan wayang beber, Indra Suroinggeno mendirikan museum di Yogyakarta. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)
Untuk melestarikan wayang beber, Indra Suroinggeno mendirikan museum di Yogyakarta. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Kemunculan wayang kulit membuat keberadaan wayang beber dalam seni pertunjukan menjadi kurang populer. Hal tersebut pun diakui Indra. Menurutnya, saat ini wayang beber nggak sesemarak wayang kulit. Nah, inilah yang kemudian membuat Indra tergerak untuk menjaga eksistensi wayang beber.

"Wayang beber ini warisan dari nenek moyang. Tidak ada lukisan di dunia yang lebih sakral dari wayang beber. Ada karawitan, sinden, dan dijelaskan sepenuh hati," ucapnya dengan penuh rasa bangga.

Untuk memperkenalkan wayang beber kepada generasi muda, hal pertama yang dilakukan Indra adalah mendirikan Museum Wayang Beber Sekartaji pada 2017. Museum ini berlokasi di Gang Pancasila Kanutan, Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.

Di Museum itu, Indra menyediakan berbagai koleksi wayang beber dari masa ke masa. Lelaki berkepala tiga tersebut juga membuat wayang beber menggunakan kertas dan kain kanvas.

"Kami masih menyimpan wayang beber dari relief. Kami juga membuat wayang beber dari cerita folklor. Hal itu tidak lain untuk membangkitan cerita tutur Nusantara," ungkapnya.

Membuat Orang Gembira

Dalam setiap pertunjukkannya, Indra Suroinggeno berusaha menyesuaikan tema yang akan dibawakan berdasarkan usia penonton. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)
Dalam setiap pertunjukkannya, Indra Suroinggeno berusaha menyesuaikan tema yang akan dibawakan berdasarkan usia penonton. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Indra mengaku punya cara tersendiri untuk membuat orang mencintai wayang beber, yakni dengan membuat mereka gembira atau senang dulu. Jadi, jangan terburu-buru; mengajari wayang harus sedikit demi sedikit.

"Kami sedang menggemakan tagar 'tak kenal maka tak wayang'. Di situ (wayang beber) kami perkenalkan pelan-pelan. Yang santai dulu. Nanti, kalau anak sudah senang, saya yakin ilmu itu mudah masuk," jelasnya.

Indra menyadari, memperkenalkan wayang beber bukanlah perkara gampang. Dia pun mengakui, untuk sampai pada titik sekarang, jalan berliku harus dilaluinya. Berbeda dengan wayang kulit yang bisa digerak-gerakkan, wayang beber mengedepankan pembawaan cerita yang baik.

"Karena objek wayang beber nggak bergerak, mendalangnya jauh lebih susah. Pada wayang beber, yang ditonjolkan adalah cara kita membawakan cerita. Jadi, seperti story telling!" jelasnya.

Agar berterima bagi masyarakat, Indra pun nggak terpaku pada cerita wayang klasik seperti Kisah Panji, Mahabharata, atau Ramayana. Dia memilih mengambil tema cerita berdasarkan usia atau siapa penontonnya.

"Karena penonton di sini (Museum Ranggawarsita) kebanyakan anak SD, saya bawakan tema dari kitab Sutasoma tentang Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila," ujarnya.

Indra mengaku prihatin dengan kondisi masyarakat saat ini yang mulai melupakan keberadaan wayang beber, padahal seni pertunjukan ini adalah yang menjadi cikal bakal kemunculan wayang kulit yang kita kenal sekarang.

"Jangan berpikir wayang beber ketinggalan zaman. Ambil potensinya, semisal dibuat kartun, lukisan di kafe, dll. Saya yakin dunia akan kagum dengan kebudayaan kita," tandasnya.

Sepakat! Sangat disayangkan kalau wayang beber yang menjadi warisan budaya negeri ini sampai punah. Nah, biar nggak punah, yuk sama-sama berkontribusi! (Fitroh Nurikhsan/E03)

Komentar

OSC MEDCOM
inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved