Inibaru.id – Kabupaten Kudus adalah salah satu daerah di Jawa Tengah yang cukup rentan terkena bencana banjir. Hal ini tentu membuat penjaga pompa air di sungai-sungai yang mengalir di wilayah tersebut sering sibuk, khususnya pada musim hujan seperti sekarang ini.
Pada pergantian tahun 2022-2023 lalu saja, banjir yang melanda Kota Kretek membuat lebih dari 1.000 orang mengungsi ke 12 lokasi. Lima kecamatan terendam dengan total luas area persawahan yang tenggelam mencapai 8.095 hektare.
“Total pengungsi 1.128 jiwa. Jumlah desa yang terdampak banjir sampai 29 desa,” ucap Kasi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kudus Munaji sebagaimana dilansir dari Republika, Minggu (8/1).
Pihak pemerintah bukannya diam saja melihat banjir tersebut. Penanganan banjir dilakukan dengan melibatkan semua pihak, termasuk penjaga pompa air seperti Silmi Maulana. Laki-laki yang bertugas di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana, Jawa Tengah ini harus siap jarang pulang jika musim hujan mencapai puncaknya.
“Saya sudah bertugas di BBWS Pemali Juwana sejak 2011. Dulu ikut pakde saya yang sebelumnya kerja di sini. Tapi lama-lama enjoy karena bisa bertemu banyak orang dan membantu warga saat bertugas,” ujar laki-laki yang kini tinggal di Desa Medini, Kecamatan Undaan, Kudus tersebut sebagaimana dilansir dari Murianews, Minggu (22/1).
Tidur di Sembarang Tempat
Meski menyukai pekerjaannya, Silmi mengaku harus prihatin saat menjalankan tugas. Apalagi pada saat bencana banjir melanda. Silmi harus rela tidur di sembarang tempat meski nggak ada kasur untuk melepas lelah. Dia pun sering pulang ke rumah hanya untuk mengambil baju ganti dan kemudian kembali berangkat.
“Ya, tidurnya ngemper asal-asalan gitu. Pokoknya nggak jauh-jauh dari pompa. Jadi sekiranya tiba-tiba harus bertugas, nggak kesulitan,” ungkapnya.
Asal kamu tahu, tugas Silmi nggak hanya membuka atau menutup aliran air. Dia juga harus melakukan pengecekan pada pompa secara berkala. Soalnya, terkadang pompa mengalami kerusakan, selangnya kemasukan sampah, olinya habis, atau bahan bakarnya habis.
“Pernah salah satu pompa kehabisan solar. Akhirnya mati dan baru lima jam kemudian pompanya baru bisa menyala. Namanya juga pekerjaan, terkadang ada kendalanya,” ceritanya.
Tugas Silmi memang berat. Dia juga harus rela sering meninggalkan keluarganya dalam waktu lama demi mengawasi pompa-pompa yang memang jadi tanggung jawabnya. Tapi, dia mengaku sudah kerasan dan bakal terus melanjutkan pekerjaannya.
Bisa dikatakan, Silmi adalah salah satu pahlawan yang perannya nggak begitu terekspos saat bencana banjir terjadi. Tanpa kehadirannya, bisa jadi banjir nggak akan cepat surut atau semakin meluas. Kita perlu angkat topi untuk dedikasinya, ya, Millens? (Arie Widodo/E10)