Inibaru.id - Penularan virus Mpox (MPXV) yang terjadi antarmanusia harus diwaspadai. Virus ini dapat menyebar melalui kontak erat dengan cairan tubuh atau lesi kulit dari orang yang terinfeksi, serta melalui kontak tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi atau droplet.
Penyakit Mpox dapat menular melalui kontak langsung kulit ke kulit atau membran mukosa, termasuk selama kontak seksual. Penularan melalui droplet biasanya membutuhkan kontak erat yang berlangsung lama, sehingga anggota keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan penderita berisiko lebih besar untuk tertular.
Plh. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, dr. Yudhi Pramono MARS mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada terhadap penularan virus Mpox.
“Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dengan menjalani perilaku hidup bersih dan sehat, serta menerapkan perilaku seksual yang sehat, seperti tidak bergonta-ganti pasangan atau melakukan hubungan seksual sesama jenis,” ujar Yudhi di Jakarta, Sabtu (17/8). “Jika mengalami gejala Mpox, segera periksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat.”
Menurut laporan “Technical Report Mpox di Indonesia Tahun 2023” yang diterbitkan Kemenkes pada 2024, gejala Mpox yang paling sering dilaporkan pada kasus terkonfirmasi antara lain adalah lesi, demam, ruam, dan limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening). Masa penyembuhan pasien Mpox bervariasi antara 2-4 minggu, dengan periode sakit paling singkat 14 hari sejak munculnya gejala pertama.
Untuk pencegahan dan perawatan pasien Mpox, Kemenkes telah menyediakan vaksin dan obat-obatan, termasuk antibiotik. Sebagian besar kasus Mpox di Indonesia menerima terapi suportif dan simtomatik, serta dilakukan perawatan dan isolasi baik di rumah sakit maupun isolasi mandiri.
“Kementerian Kesehatan telah melaksanakan vaksinasi Mpox bagi kelompok risiko tinggi pada tahun 2023 kepada 495 sasaran. Pada tahun 2024 ini, sedang disiapkan total 4.450 dosis vaksin untuk 2.225 sasaran dengan masing-masing 2 dosis per individu,” jelas Yudhi.
Imbauan untuk Pelaku Perjalanan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kembali menetapkan Mpox sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (PHEIC) pada 14 Agustus 2024, menyusul peningkatan kasus Mpox di Republik Demokratik Kongo dan beberapa negara di Afrika.
Sebelumnya, pada Juli 2022, penyebaran Mpox secara meluas mendorong WHO untuk menetapkan penyakit ini sebagai PHEIC, yang kemudian dinyatakan berakhir pada Mei 2023 setelah penurunan kasus global. Namun, peningkatan kembali kasus di Afrika menyebabkan status darurat ini kembali diberlakukan.
Menanggapi status darurat kesehatan Mpox, Plh. Dirjen P2P Yudhi Pramono mengimbau masyarakat, terutama pelaku perjalanan, untuk tetap waspada dan menghindari bepergian ke negara-negara yang terjangkit Mpox.
“Menghindari bepergian ke luar negeri, khususnya ke negara-negara terjangkit, serta mengikuti imbauan dari Pemerintah,” katanya.
Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan, dr Achmad Farchanny Tri Adryanto, MKM menambahkan bahwa meskipun tidak ada pembatasan perjalanan, pelaku perjalanan dari Indonesia harus berhati-hati dan tidak boleh lengah jika tetap ingin bepergian ke negara terjangkit, terutama di Afrika.
“Hingga saat ini, tidak ada larangan perjalanan ke atau dari Afrika, namun pemerintah mengimbau pelaku perjalanan untuk berhati-hati, meningkatkan kewaspadaan dengan berperilaku hidup bersih dan sehat, serta menerapkan perilaku seksual yang sehat dan aman,” tambah Farchanny.
Menurut laporan WHO “Multi-country outbreak of mpox. External Situation Report 35” yang diterbitkan pada 12 Agustus 2024, terdapat 99.176 kasus konfirmasi Mpox dan 208 kematian yang dilaporkan oleh 116 negara sejak 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2024. Di Afrika, Republik Demokratik Kongo mencatat jumlah kasus Mpox tertinggi, yakni sekitar 96% dari total kasus di benua tersebut.
Laporan WHO terbaru pada 15 Agustus 2024 menyebutkan bahwa Swedia menjadi negara pertama di luar Afrika yang mengkonfirmasi Mpox jenis Clade Ib pada seseorang dengan riwayat perjalanan ke Afrika Tengah. Clade I dianggap lebih parah dan lebih menular dibanding MPXV Clade II.
Mengingat virus ini berbahaya, yuk tingkatkan kewaspadaan, Millens! (Siti Zumrokhatun/E10)