inibaru indonesia logo
Beranda
Hits
Tagar #SaveRajaAmpat: Gelombang Penolakan Tambang Nikel di 'Surga Terakhir di Bumi'
Kamis, 5 Jun 2025 13:38
Bagikan:
Pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat. (Greenpeace)

Pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat. (Greenpeace)

Sejumlah aktivis yang diringkus karena membentangkan banner penolakan tambang nikel dalam 'konferensi mineral' di Jakarta telah menyulut tagar Save Raja Ampat di pelbagai platform digital. Apa yang sedang terjadi?

Inibaru.id - Raja Ampat, kawasan kepulauan di Papua Barat Daya yang dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, kini menghadapi ancaman serius akibat ekspansi pertambangan nikel. Masyarakat di Tanah Air pun nggak tinggal diam.

Rencana ini memicu gelombang protes dari pelbagai kalangan di Tanah Air; mulai masyarakat adat, aktivis lingkungan, hingga wisatawan asing. Seruan mereka di media sosial kemudian tergabung dalam gerakan #SaveRajaAmpat.

Pada 3 Juni 2025, empat aktivis Greenpeace bersama seorang warga Papua menggelar aksi damai dalam acara Indonesia Minerals Conference & Expo di Jakarta. Mereka membentangkan banner "Nicel Mines Destroy Lives" sekaligus mendengungkan aksi menolak ekspansi tambang nikel di Raja Ampat.

Setelah sempat diamankan oleh kepolisian, kelima aktivis tersebut dikabarkan telah dibebaskan. Kapolsek Grogol Petamburan Kompol Reza Hafiz Gumilang mengatakan, mereka telah dilepaskan karena nggak ditemukan adanya unsur pidana dalam aksi yang mereka lakukan.

Sebuah Aksi Lanjutan

Aksi itu merupakan bentuk respons dari aksi serupa yang sempat dilakukan pada 26 Mei 2025. Ratusan orang, termasuk masyarakat adat, aktivis lingkungan, dan pelaku pariwisata yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat (Aljara) melakukan aksi protes di Kantor DPRD Kabupaten Raja Ampat.

Dikutip dari Pusaka (26/5), mereka menolak aktivitas dan izin pertambangan nikel di Pulau Manyaifun dan Batang Pele. Sebelumnya, pada Maret 2025 Aljara juga telah bertemu dengan perwakilan DPRD dan pemerintah setempat untuk mendiskusikan hal ini.

Masyarakat di wilayah Batang Pele dan Manyaifun secara turun-temurun telah hidup dengan bergantung pada sumber daya alam di sana; sebagian besar dengan menjadi nelayan tradisional, petani, dan pelaku pariwisata. Mereka takut, aktivitas pertambangan nikel oleh PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) akan merusak alam.

Sebagaimana disampaikan dalam Surat Pernyataan Sikap Aljara, mereka khawatir aktivitas tambang akan berimbas pada kerusakan ekologi di pesisir pulau; membuat nelayan lokal kesulitan menemukan ikan saat melaut karena limbah aktivitas tambang yang berakhir di pesisir memicu kerusakan terumbu karang yang menjadi rumah bagi para ikan.

Mengancam Kelestarian Lingkungan

Aksi damai para aktivis Greenpeace dalam acara 'Indonesia Minerals Conference & Expo' di Jakarta, Selasa, 3 Juni 2025. (Greenpeace)
Aksi damai para aktivis Greenpeace dalam acara 'Indonesia Minerals Conference & Expo' di Jakarta, Selasa, 3 Juni 2025. (Greenpeace)

Aksi penolakan tambang nikel di Raja Ampat juga diikuti sejumlah turis asing yang turut serta dalam long march menuju Gedung DPRD Raja Ampat. Sebagai wisatawan, mereka khawatir aktivitas itu akan membuat terumbu karang di lokawisata snorkeling ini musnah.

Industri nikel, yang diklaim sebagai bagian dari transisi energi, memang berpotensi mempercepat laju kerusakan lingkungan jika nggak dikelola dengan baik. Greenpeace Indonesia mengungkapkan, hilirisasi nikel yang digadang-gadang sebagai bagian dari transisi energi justru memperparah krisis.

Mereka mengkaim, prosesnya mengandalkan energi kotor, menghancurkan hutan, mencemari sungai dan laut, serta memicu konflik sosial di tingkat lokal. Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia menyebut, kita telah membayar harga yang mahal untuk mengembangkan industri nikel.

"Seiring tren naiknya permintaan mobil listrik, industrialisasi nikel yang masif telah menghancurkan berbagai daerah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi. Kini tambang nikel mengancam Raja Ampat, tempat dengan keanekaragaman hayati yang dijuluki surga terakhir di bumi,” serunya

Respons dari Parlemen

Menanggapi penolakan aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menilai aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat telah melanggar regulasi dan mengancam wilayah konservasi serta salah satu kekayaan hayati terbesar di dunia.

"Raja Ampat bukan kawasan biasa, tapi surga biodiversitas laut dunia yang sudah diakui UNESCO sebagai Global Geopark. Kawasan ini bukan tempat yang bisa dikompromikan untuk kegiatan pertambangan. Jadi, jangan rusak kawasan ini hanya demi mengejar hilirisasi nikel," tegasnya, Rabu (4/6).

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty sempat menyoroti potensi konflik antara industri pertambangan nikel dan keberlangsungan ekosistem pariwisata di Raja Ampat. Menurutnya, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap izin tambang yang ada serta komitmen untuk menjaga lingkungan.

"Perusahaan tambang harus transparan soal rencana mereka dalam melindungi lingkungan; apa yang akan mereka lakukan untuk menjamin ekosistem tidak rusak, kekayaan laut tidak tercemar, termasuk bagaimana pengelolaan limbah mereka," ujarnya pada Minggu (1/6).

Regulasi dan Status Kawasan

Laporan Greenpeace sebelumnya menyebutkan, ada aktivitas tambang di tiga pulau kecil di Raja Ampat: Pulau Gag, Kawe, dan Manuran. Ketiganya merupakan pulau kecil yang nggak boleh ditambang, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Menurut Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah menghilangkan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas di wilayah tersebut. Limpasan tanah dari aktivitas penambangan juga memicu sedimentasi di pesisir yang berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.

Kini, Manyaifun dan Batang Pele yang juga termasuk pulau-pulau kecil yang nggak boleh ditambang juga sedang dalam ancaman. Ronisel Mambrasar dari Aljara mengatakan, Raja Ampat sedang dalam bahaya karena kehadiran tambang nikel di beberapa pulau, termasuk di kampung halamannya di Manyaifun.

"Tambang nikel mengancam kehidupan kami. Bukan cuma akan merusak laut yang selama ini menghidupi kami, tambang nikel juga mengubah kehidupan masyarakat yang sebelumnya harmonis menjadi berkonflik,” tandasnya.

Gerakan #SaveRajaAmpat adalah cerminan dari kekhawatiran masyarakat terhadap dampak ekspansi pertambangan nikel di kawasan konservasi Raja Ampat. Mereka sedang bersatu untuk menjaga bumi agar nggak dijajah oligarki, bagaimana dengan kamu? (Siti Khatijah/E07)

Tags:

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved