Inibaru.id - Almira lebih suka menyumpal telinganya dengan earphone tiap kali bekerja di kantor. Ini sengaja dilakukannya agar nggak terjebak dengan obrolan bersama rekan sejawat yang menurutnya nggak berfaedah dan acapkali justru menurunkan performa kerja.
"Aku nggak masalah jika obrolan yang mereka bicarakan seputar pekerjaan, tapi begitu yang dibahas melenceng jauh, apalagi untuk membicarakan teman-teman lain di kantor, aku selalu lebih milih mundur dan balik kerja lagi," tutur perempuan yang berprofesi sebagai ASN di Serang ini, Jumat (1/8/2025).
Almira bukannya antisosial atau menganggap bergosip sebagai perbuatan tercela. Dia hanya enggan melakukannya di ruang kerja, terlebih saat pekerjaan sedang menumpuk.
"Jangan salah; aku juga bergosip, kok!" selorohnya. "Cuman, aku pilih-pilih tempat dan sama siapa melakukannya. Di rumah sama suami dan adik iparku, sedangkan kalau di luar paling sama sirkel kecilku pas lagi nongkrong bareng. Udah."
Gosip dari Kacamata Sosiologi
Menurut Almira, bergosip nggak otomatis dimaknainya sebagai kegiatan yang negatif. Asalkan waktunya tepat dan yang dibahas berbobot, mengobrol panjang lebar juga bisa menjadi penghilang stres. Namun, untuk dirinya yang agak tertutup, bergosip memang nggak bisa dilakukan bersama sembarang orang.
"Aku cuma punya tiga teman yang klop banget untuk ngegosip. Kalau sama mereka, pembahasan bisa ke mana-mana. Berjam-jam juga nggak bakal kerasa tuh!" tuturnya. "Saat bergunjing, nggak semuanya negatif, kok. Jadi, baik atau buruk menurutku tergantung apa yang dibahas."
Yap, karena acap diasosiasikan dengan membicarakan orang di belakang, menyebar rumor, atau merusak reputasi, bergosip seringkali dikategorikan sebagai perilaku negatif. Padahal, menurut studi, gosip adalah bagian dari perilaku sosial manusia yang sifatnya netral dan sangat alami.
Dari segi sosiologi, gosip adalah naluri sosial yang mendalam, bukan semata hiburan ringan. Aktivitas ini merupakan sarana manusia untuk membangun ikatan sosial, menyampaikan norma, dan memahami siapa yang bisa dipercaya. Dengan kata lain, gosip adalah bagian penting dari pengikat suatu kelompok.
Seperti Grooming pada Primata
Robin Dunbar, antropolog dari University of Oxford, mengungkapkan bahwa gosip memiliki peran yang sama dengan perilaku allogrooming atau saling merawat pada primata. Gosip adalah bentuk komunikasi yang menegaskan kedekatan sosial dan upaya untuk menjaga kelompok tetap kohesif.
"Primata menjaga ikatan sosial melalui allogrooming ini. Bahkan, perilaku tersebut digunakan untuk berdamai setelah berkelahi. Manusia juga menjadikannya sebagai penghubung sosial yang efektif dalam bentuk verbal," tuturnya, sebagaimana dikutip dari BBC (13/7/2025).
Menurut Dunbar, manusia berevolusi untuk menggantikan perilaku grooming primata itu dengan bergosip. Tujuan utamanya adalah untuk menyebarkan informasi sosial penting kepada banyak orang tanpa interaksi fisik intensif, sehingga mampu memperkuat ikatan kelompok.
Selain itu, gosip juga membantu memperkuat norma sosial dengan memberi tahu siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang melanggar aturan kelompok. Ini memfasilitasi kohesi sosial sekaligus menyediakan mekanisme kontrol perilaku.
Durasi Rata-Rata Bergosip
Sebuah meta-analisis yang dipublikasikan di Social Psychological and Personality Science mengemukakan satu fakta menarik bahwa rata-rata orang menghabiskan waktu hampir satu jam atau tepatnya sekitar 52 menit per hari untuk bergosip.
Berdasarkan penelitian yang diterbitkan pada 2019 tersebut, sebanyak 75 persen gosip tersebut bersifat netral, seperti obrolan ringan tentang aktivitas sehari-hari tanpa muatan drama. Hanya sekitar 15 persen termasuk gosip negatif. Sementara itu, hanya 9 persen yang positif.
Karena membantu kita merasa terhubung secara sosial, bergosip bisa menjadi aktivitas yang positif jika sifatnya membangun. Namun, penting diingat bahwa nggak semua gosip begitu. Ia bisa menjadi destruktif manakala digunakan untuk menjatuhkan atau mempermalukan orang lain.
Dengan memahami bahwa gosip adalah mekanisme sosial yang kompleks, kita bisa lebih bijak melakukannya; bukan untuk menyakiti, tapi untuk memahami, mendekatkan, dan membangun. Sudah berapa menit kamu bergosip hari ini, Gez? (Siti Khatijah/E10)
