Inibaru.id - Masyarakat Karimunjawa, Kabupaten Jepara turut memperingati "Global Climate Strike 2023" dengan cara membentangkan spanduk raksasa di laut pada Selasa (19/9/2023). Sederet tuntutan menjadi tujuan mereka.
Pukul 09.00 WIB, para peserta aksi sudah berkumpul di tepi Pantai Bunga Jambe Desa Kemujan. Mereka yang berjumlah puluhan orang itu mulai mengenakan pelampung lalu berduyun-duyun mendayung kayak (perahu kecil) menuju tengah laut.
Oya, aksi ini merupakan gabungan dari berbagai elemen komunitas seperti Lingkar Juang Karimunjawa, Greenpeace Indonesia dan lainnya. Mereka resah dengan keberadaan tambak udang yang diduga telah mencemari lingkungan.
Setelah mendayung sekitar empat kilometer, peserta aksi berhenti di dekat tambak udang yang masih beroperasi. Mereka lalu membentangkan spanduk berukuran besar bertuliskan "#savekarimunjawa dari tambak udang dan tongkang batu bara" dan "#bikinaksimu untuk #pukulmundurkrisisiklim".
Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa Bambang Zakaria menyebut, tambak udang mulai dibangun di kawasan taman nasional sejak tahun 2016. Limbah tambak udang yang dibuang langsung ke laut inilah yang kemudian banyak diresahkan warga.
"Masyarakat Karimunjawa sempat menolak (pendirian tambak udang). Kami khawatir terumbu karang, rumput laut, dan biota laut lainnya terancam dengan limbah yang langsung dibuang ke laut," kata lelaki yang akrab disapa Bang Jack tersebut.
Secara keseluruhan jumlah tambak udang di Karimunjawa saat ini mencapai 39 titik. Rata-rata satu tambak udang di sana memiliki luasan 6-36 petak.
Menyebabkan Gatal-Gatal
Selepas membentangkan spanduk sekitar tiga puluh menit, peserta aksi berpindah tempat menuju Pantai Cemara. Di pantai pasir putih itu banyak ditemukan lumut-lumut yang diduga berasal dari limbah tambak udang.
"Dulu pantai ini bersih. Semenjak ada tambak udang, mulai bermunculan lumut-lumut yang mengotori Pantai Cemara," keluh warga Kemujan, Eko Hartanto.
Selain Pantai Cemara, lelaki yang akrab disapa Eko itu mengatakan Pantai Sarina turut tercemar limbah tambak udang. Akibat pencemaran tersebut, warga yang berenang di dua pantai di atas sering mengalami gatal-gatal.
"Seperti herpes dan paling parah sampai keluar nanah. Itu susah sembuhnya. Pakai antibiotik atau salep gatal-gatal tidak ampuh," imbuhnya.
Limbah tambak udang juga turut mematikan ikan-ikan kecil yang hidup di bibir pantai. Eko khawatir jika hal itu dibiarkan bisa merusak ekosistem laut.
"Mereka (pemilik tambak udang) tidak punya IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Dampak buruknya mulai terasa setelah dua tahun. Jadi, limbah itu kan keluarnya ketika penambak membersihkan kolam. Sisa-sisa makanan udang itu lama-kelamaan jadi lumut," terangnya.
Menurut Eko, Pemerintah Kabupaten Jepara dinilai lamban dalam menangani pencemaran tersebut. Bahkan kajian sample lumut-lumut hitam yang mengotori dua pantai yakni Cemara dan Sarina belum diberitahu ke masyarakat.
"Padahal Peraturan Daerah tentang Rencana dan Tata Ruang (RTRW) 2023-2043 yang isinya melarang aktivitas penambakkan udang di Karimunjawa sudah disahkan. Tapi sampai sekarang tambak udang masih ada dan belum ada sanksi apapun," beber Eko.
Sementara itu, Sekretariat Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara, Edy Sujatmiko mengaku secepatnya bakal berkoordinasi dengan tim terpadu. Dia juga bakal melaporkan pencemaran lingkungan oleh tambak udang ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Invenstasi Indonesia.
"Kawasan Karimunjawa salah satu objek wisata berskala nasional. Jadi kami tidak bisa memberikan keputusan sendiri. Pemda tidak tinggal diam dan sudah melakukan langkah-langkah hukum yang humanis," tandas Edy Sujatmiko.
Semoga persoalan tambak udang yang mencemari lautan segera menemui titik terang ya Millens! Jangan sampai banyak korban yang terdampak di masa yang akan datang. (Fitroh Nurikhsan/E10)