Inibaru.id – Selama ini kita mungkin mikir kalau bawah laut itu dunianya si sunyi senyap. Tapi, sejak ada teknologi hydrophone (mikrofon bawah air), persepsi itu langsung patah! Ternyata, samudra itu mirip panggung orkestra raksasa yang penuh suara klik, siulan, sampai letupan unik dari ribuan penghuninya.
Sayangnya, "konser alam" ini sering kali kalah telak sama bisingnya mesin kapal kontainer dan proyek pengeboran manusia. Tapi tahu nggak sih, ternyata pandemi Covid-19 kemarin nggak cuma bikin jalanan kota sepi, tapi juga ngasih "napas" buat penghuni laut untuk kembali bersuara.
Eksperimen "Hening" yang Nggak Sengaja
Waktu dunia melakukan lockdown besar-besaran, aktivitas manusia di laut juga ikut ngerem. Para ilmuwan yang tergabung dalam International Quiet Ocean Experiment (IQOE) pun dapet momen langka yang nggak pernah mereka duga sebelumnya.
Data menunjukkan lalu lintas kapal di beberapa zona turun drastis sampai 70%! Hasilnya? Laut jadi jauh lebih tenang. Di Teluk Hauraki, Selandia Baru, tingkat kebisingan turun sepertiganya cuma dalam waktu 12 jam setelah lockdown.
Dampaknya keren banget. Jangkauan komunikasi lumba-lumba melonjak sampai 65%. Artinya, suara lumba-lumba bisa terdengar 1,5 kilometer lebih jauh dari biasanya karena nggak ada lagi suara mesin kapal yang "mengganggu" obrolan mereka.
Bagi ikan dan mamalia laut, suara itu bukan sekadar bising. Itu adalah alat navigasi, cara nyari makan, sampai sarana nyari jodoh.
Udang penggetak misalnya. Ia punya capit yang kalau dikatupkan suaranya mencapai 210 desibel! Berguna buat melumpuhkan musuh.
O ya, dari 34.000 spesies ikan, dua pertiganya pakai suara buat berinteraksi.
Miles Parsons dari Australian Institute of Marine Science menganalogikan polusi suara laut itu kayak kita lagi di bar yang super berisik. "Kalau bar penuh orang dan musik kencang, jarak kamu buat dengar suara teman sendiri jadi kecil banget," jelasnya. Kasihan kan, kalau ikan-ikan ini harus teriak-teriak cuma buat sekadar nyapa temannya?
Bahaya Bising; Dari Stres Sampai Terdampar
Kalau laut terlalu berisik, risikonya nggak main-main. Paus bungkuk jadi jarang nyari makan, dan induk paus sikat jadi kurang istirahat bareng anaknya karena terganggu kapal wisata.
Bahkan, sonar militer yang super kencang sering dikaitkan dengan kasus paus terdampar yang mengalami pendarahan di telinga dan otak karena trauma suara. Sama kayak kita yang stres kalau denger suara klakson terus-menerus, ikan juga bisa stres, pendek umur, dan susah punya keturunan kalau dunianya terlalu bising.
Momen hening saat pandemi kemarin jadi bukti kuat buat para ilmuwan: kalau kita mau laut sehat, kita harus belajar buat "ngecilin volume" aktivitas kita di sana.
Gimana menurutmu, Gez? Apakah kita harus punya hari "Hening Samudra" setiap tahunnya supaya mereka bisa istirahat? (Siti Zumrokhatun/E05)
