Inibaru.id - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah mengungkap kasus tindak pidana penambangan ilegal di Desa Bandungan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten. Saat digerebek, di lokasi tidak ada aktivitas petugas hanya menyita barang bukti alat berat di lokasi kejadian.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Kombes Pol Arif Budiman mengatakan modus penambang ilegal tersebut adalah menjual hasil tambang ilegal kepada konsumen secara langsung di lokasi tambang dan kepada depo pasir di wilayah Klaten.
"Jadi pembeli datang ke lokasi tambang. Harga tambang pasir dipatok dengan harga Rp.550.000 per truk, sementara batu dihargai Rp.350.000 per truk," katanya, Senin (18/11).
Masyarakat setempat menginformasikan adanya aktivitas penambangan yang diduga melanggar aturan. Petugas yang menerima informasi tersebut langsung melakukan penyelidikan di lapangan pada Jumat (15/11).
"Kita cek lokasi, petugas menemukan bahwa aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT Sakelar Jaya Abadi terbukti berada di luar koordinat konsesi yang telah ditetapkan dalam WIUP yang dimiliki perusahaan," ungkapnya.
Adapun komoditas yang ditambang berupa pasir dan batu atau sirtu. Dalam proses pengungkapan, polisi mengamankan berbagai barang bukti, termasuk dua unit ekskavator, alat kayak pasir, buku pencatatan penjualan, nota pembelian, serta dokumen izin usaha pertambangan.
Lokasi tambang ilegal tersebut kini telah dipasangi garis polisi dan dihentikan operasionalnya untuk proses penyidikan lebih lanjut.
"Kami juga telah meminta keterangan dari sejumlah saksi, baik dari pihak perusahaan maupun saksi ahli dari ESDM Wilayah Merapi Provinsi Jateng guna memperkuat bukti-bukti yang ada. Kami masih terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap lebih jauh praktik tambang ilegal ini," jelasnya.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto membenarkan bahwa Ditreskrimsus Polda Jateng telah mengungkap kasus penambangan ilegal ini. Hal ini merupakan bukti nyata dari komitmen kepolisian untuk menindak tegas setiap aktivitas ilegal yang tidak hanya merugikan negara secara ekonomi tetapi juga berpotensi merusak kelestarian alam.
"Ini bentuk komitmen kami untuk menjaga kepatuhan terhadap hukum serta melindungi lingkungan dari kerusakan akibat aktivitas yang tidak bertanggung jawab,” tutup Artanto. (Danny Adriadhi Utama/E10)