Inibaru.id – Beda dengan orang Barat yang terbiasa makan dengan sendok, masyarakat Asia Timur seperti Korea, Jepang, dan Tiongkok hampir nggak bisa dilepaskan dari sumpit. Bahkan, mereka mampu menyuap bulir nasi dengan alat yang diyakini sudah ada sejak zaman Neolitik itu, lo.
Secara garis besar, bentuk dan fungsi sumpit di ketiga wilayah tersebut nggak jauh berbeda, yakni terdiri atas dua batang stik dari kayu, logam, atau plastik. Sumpit digenggam memakai satu tangan sedemikian rupa hingga mampu digunakan untuk mengambil makanan dengan cara dijepit.
Lalu, negara mana yang kali pertama memakai sumpit? Ihwal mula di mana penggunaan sumpit perdana sebetulnya masih simpang siur. Namun, sumber arkeologi memperkirakan sumpit telah dikenal sejak masa prasejarah, sekitar 5.000-an tahun Sebelum Masehi atau masuk Zaman Neolitikum.
Hal ini didasarkan pada temuan 20 jenis sumpit berbagai ukuran berbahan tulang binatang yang ditemukan di Gaoyu, Provinsi Jiangsu, Tiongkok. Panjangnya sekitar 9-18 sentimeter dengan diameter 1,3-0,9 sentimeter.
Dari Tulang ke Logam
Menurut legenda di Negeri Tirai Bambu, sumpit kayu kali pertama dibuat oleh Da Yu, pendiri Dinasti Cia (2011-1600 SM). Karena kebanjiran, Da Yu mematahkan ranting kayu sebagai alat makan. Setelahnya, alat jepit dari ranting itu pun populer sebagai alat makan baru di sana.
Popularitas sumpit meningkat bersamaan dengan tren masakan berbahan dasar tepung seperti mi, dimsum, dan dadar di Tiongkok. Saat itulah sumpit menjadi identitas budaya di Tiongkok, yang dikenal sebagai zhu atau "membantu".
Masyarakat awam umumnya menggunakan sumpit berbahan bambu. Sementara, kalangan kerajaan menggunakan sumpit berbahan mewah untuk gengsi, semisal giok atau gading gajah. Ada pula yang berbahan perak, dengan tujuan untuk mendeteksi racun.
Seiring perkembangan zaman, sumpit untuk makan juga dibikin dari material yang lain seperti plastik, kayu, atau logam. Sementara, sumpit dari batu giok atau logam mulia dipakai sebagai hadiah pengikat hubungan atau suvenir, cendera mata, dan kenang-kenangan para tamu kehormatan.
Sumpit di Tiongkok, Korea, dan Jepang
Sumpit kemungkinan mulai digunakan di luar Tiongkok sekitar abad ke-7, dimulai dari negara tetangga, yakni Korea. Masyarakat Jepang tercatat mulai memakai sumpit sebagai alat makan pada 712 M. Namun, ahli sejarah meyakini, sumpit telah digunakan dalam upacara tradisional di sana sebelum itu.
Meski sumpit di Korea dan Jepang terlihat mirip dengan yang dipakai di Tiongkok, sejatinya ada perbedaan di antara ketiganya, lo. Apa perbedaannya?
Tiongkok
Di Tiongkok, sumpit memiliki beberapa ukuran, bentuk, dan fungsi. Contoh, sumpit untuk mengambil nasi biasanya berbeda dengan untuk menjemba kacang-kacangan. Terus, sumpit untuk makanan panas dan berkuah sebaiknya berbahan bambu.
Namun, secara garis besar, sumpit Tiongkok umumnya memiliki ukuran yang lebih panjang dan tebal dibanding sumpit Korea dan Jepang. Alasannya, orang Tionghoa yang suka makan bersama di satu meja bundar yang besar membutuhkan sumpit yang panjang untuk menjangkau sajian di tengah meja.
Jepang
Berbahan kayu atau bambu, sumpit Jepang dibuat ramping untuk memudahkan mereka mengambil makanan pada kotak bento. Terus, ujungnya juga dibikin bulat dan meruncing untuk memudahkan mereka memisahkan duri dari daging, karena sejak dulu orang Jepang sangat suka mengonsumsi ikan.
Korea
Berbeda dengan Tiongkok dan Jepang yang memakai sumpit bambu, orang Korea umumnya lebih suka memakai sumpit berbahan logam. Hal ini konon sudah dilakukan sejak sangat lama. Bahkan, keluarga kerajaan diyakini telah memakai sumpit berbahan logam mulia sejak abad ke-7.
Alasannya, sumpit berbahan logam lebih awet dan bisa dipakai ulang setelah dicuci. Selain itu, orang Korea juga suka mengolah makanan dengan cara dibakar dan sumpit logam lebih tahan api ketimbang bambu atau kayu.
Dengan mengetahui perbedaan sumpit dari ketiga negara ini, bukan berarti kamu harus pakai sumpit berujung runcing saat makan gyoza, sumpit panjang pas menikmati dimsum, atau sumpit logam ketika mengudap mandu. Pakai senyamanmu saja kali, ya? (Arie Widodo/E03)
