BerandaHits
Senin, 18 Agu 2025 15:01

Passenger Parenting; Ketika Kita Hanya 'Menumpang' di Bahtera Rumah Tangga

Penulis:

Passenger Parenting; Ketika Kita Hanya 'Menumpang' di Bahtera Rumah TanggaSiti Khatijah
Passenger Parenting; Ketika Kita Hanya 'Menumpang' di Bahtera Rumah Tangga

Ilustrasi: Hadir secara fisik tapi nggak sepenuh hati menjadi bagian dari rumah tersebut bisa menandakan bahwa kamu adalah sosok passenger parent. (Clueylearning)

Berada di tengah keluarga tapi pasif dan kurang berperan nggak bisa disebut hadir, tapi hanya 'menumpang'. Inilah yang disebut passanger parenting, fenomena yang bahkan di era modern ini masih banyak dipraktikkan para orang tua.

Inibaru.id - Hadir di tengah keluarga, tapi banyak lelaki yang fungsinya sebagai ayah nggak dilakukan. Inilah yang dirasakan Anita. Gadis asal Tangerang yang saat ini merantau di Kota Semarang itu mengatakan, dominasi ibunya dalam urusan domestik membuat peran ayahnya di rumah hilang.

"Selama bertahun-tahun menjadi bagian dari keluarga kami, ayah hanyalah sosok pencari nafkah, pemberi perintah, dan pemimpin doa saat kami makan bersama," tuturnya dalam sebuah diskusi parenting di Kota Lunpia belum lama ini.

Anita mengaku merindukan peran ayah yang mengajarinya mencuci sepatu, bisa ditanyai saat dia kesulitan mengerjakan PR, atau menjadi tempat curhat saat dia patah hati. Namun, untuk mengatakan keinginannya itu secara langsung, dia nggak berani karena kedua orang tuanya adalah tipe yang antikritik.

"Saya yakin ayah nggak sengaja melakukannya karena mungkin dulunya juga diperlakukan seperti itu, jadi merasa bahwa memang begitulah seharusnya," simpulnya. "Hadir secara fisik, tapi keberadaannya nggak banyak memberikan dampak."

Mengenal Passenger Parenting

Di Indonesia, pola pengasuhan sebagaimana dikatakan Anita ini memang acap terjadi. Urusan pengasuhan dibebankan sepenuhnya pada ibu, sementara ayah hanya bertugas sebagai pencari nafkah. Fenomena tersebut dikenal sebagai “passenger parenting”.

Passenger parenting sejatinya nggak spesifik menyasar salah satu gender, tapi lebih pada peran pengasuhan yang nggak seimbang dari kedua orang tua; satu orang berperan aktif sebagai pemegang kemudi, sementara satunya hanya seperti penumpang.

Kenapa "penumpang"? Karena mereka tetap hadir secara fisik, tapi nggak banyak terlibat atau dilibatkan secara aktif dalam pengasuhan sehari-hari. Menurut Norma Barrett dari Deakin University, dalam sebuah keluarga heteroseksual, istilah ini acap merujuk pada ayah.

"Kehadirannya lebih sebagai pengamat, bukan pengambil peran utama pengasuhan. Kendati tampak ingin terlibat, mereka sering ada di tepian saja, bukan bagian dari inti. Kondisi itu lahir karena ketidaktahuan atau kurangnya kesempatan ketimbang disengagement yang disengaja," terangnya.

Sering Dianggap Normal

Nggak sedikit keluarga di Indonesia yang menganggap normal situasi tersebut. Di tengah kultur sosial yang cukup patriarkis, yang membuat urusan domestik seolah menjadi ranah perempuan, begitu sulit bagi laki-laki untuk ambil peran secara aktif dalam pengasuhan anak yang merupakan ranah domestik.

Mungkin bukan karena nggak mau, tapi memang nggak tahu. Tom, seorang mime artist di sebuah Sea World di AS pernah viral di medsos saat dia mengambil tas bayi dari seorang ibu muda yang tampak kepayahan berjalan sembari menggendong anaknya, lalu meminta pasangannya membawa tas tersebut.

Sang ayah yang tampak kebingungan saat menerima tas segera disambut tawa audiens. Sekilas, ini menjadi tontonan yang lucu, tapi sekaligus ironis karena menunjukkan bahwa sebagaian lelaki memang nggak memahami perannya ketika menyandang status ayah, bahkan di sebuah keluarga modern sekalipun.

Ini adalah cermin dari realitas kita saat ini. Banyak lelaki nggak mengambil peran dalam pengasuhan mungkin bukan karena sedang pura-pura nggak bisa agar nggak terlibat, tapi memang minim pengalaman karena keluarga atau tongkrongannya nggak pernah membahas hal tersebut.

Dampak Negatif Passenger Parenting

Ilustrasi: Hanya menjadi 'penumpang' di rumah mungkin nggak dilakukan secara sengaja, tapi bukan berarti bisa dibenarkan. (Upjourney)
Ilustrasi: Hanya menjadi 'penumpang' di rumah mungkin nggak dilakukan secara sengaja, tapi bukan berarti bisa dibenarkan. (Upjourney)

Hanya menjadi penumpang dalam sebuah keluarga boleh jadi bukanlah sebuah niat jahat, tapi konsekuensinya nyata dan menggerogoti dinamika rumah tangga. Indriani, ibu dua anak asal Kota Pekalongan mengaku bercerai dengan suaminya karena merasa burnout.

"Aku bekerja nine-to-five dan secara bersamaan harus ngurusi rumah pegang pengasuhan anak sepenuhnya sendiri. Kebayang dong gimana burnout-nya aku? Beberapa kali aku minta bantuan suami, tapi dia selalu bilang nggak tahu caranya. Kalau nggak tahu, harusnya cari tahu dong?" keluhnya.

Dari situlah hubungan Indri dengan suaminya kala itu merenggang. Komunikasi kian memburuk setelah dia menyewa asisten rumah tangga (ART). Terpinggirkan di rumah dan mungkin merasa kehilangan kendali, dia melanjutkan, suaminya memutuskan untuk pisah dan langsung dia iyakan.

"Sekarang, nggak mungkin aku cari suami yang nggak tahu apa-apa tentang pengasuhan, karena orientasiku sekarang adalah anak-anak. No offense buat para lelaki, tapi minimal sebelum nikah kalian belajarlah gimana cara menjadi ayah yang bener!" tegasnya.

Ciri-Ciri Passenger Parent

Bahkan ketika kamu nggak menelantarkannya dengan muncul secara fisik, kehadiranmu nggak akan dianggap oleh anak-anak jika peranmu sebagai orang tua nggak bisa meresa rasakan. Maka, hindarilah menjadi orang tua pasif dengan hadir sepenuh hati untuk mereka.

Untuk bisa melakukannya, kamu perlu lebih dulu mengenali sejumlah sinyal yang bisa menandakan bahwa kita adalah seorang passenger parent:

  • Hadir secara fisik, tapi tidak emosional;
  • Tidak menetapkan batas atau struktur dalam pengasuhan;
  • Jarang berkomunikasi secara mendalam dengan anak atau pasangan;
  • Mengabaikan momen-momen kecil yang punya dampak besar seperti mendampingi belajar atau bermain;
  • Kurang memberikan dukungan emosional saat anggota keluarga menghadapi kesulitan;
  • Kurang berempati atas perasaan anak atau pasangan;
  • Mengabaikan perasaan atau kebutuhan diri sendiri sehingga tidak bisa hadir secara utuh di tengah keluarga.

Ari Pratiwi, kandidat doktor bidang Parenting and Family Support Centre di The University of Queensland Australia mengungkapkan, secara teori, keterlibatan dalam pengasuhan bisa dilihat dari engagement (terlibat), accessibility (mudah diakses), dan responsibility (tanggung jawab).

"Pengasuhan adalah hal yang harus dilakukan secara masif dan berkesinambungan," tulisnya di The Conversation (12/11/2024).

Keluarga selalu diibaratkan sebagai sebuah bahtera. Maka, sebagai orang tua, jadilah nakhoda di balik kemudi; jangan hanya duduk sebagai penumpang, Kalau nggak tahu caranya, kamu bisa mengamati dan bertanya apa yang bisa dilakukan?

Dalam dunia pengasuhan, setiap orang adalah pemula karena tiap keluarga selalu punya cerita yang berbeda-beda. Ambillah peran dan jadilah bagian dari kehidupan tiap anggota keluarga, sebaik-baiknya! (Siti Khatijah/E10)

Tags:

Inibaru Indonesia Logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Sosial Media
A Group Member of:
medcom.idmetro tv newsmedia indonesialampost

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved