Inibaru.id - Selain berita terkini, media sosial di Indonesia juga diramaikan dengan gosip hangat dari sejumlah tokoh publik, khususnya selebritas. Nah, belakangan, ada kabar tentang sejumlah selebritas yang baru saja menikah atau bercerai, yang melakoni pernikahan lavender alias lavender marriage. Istilah apa lagi ini?
Secara sederhana, lavender marriage adalah pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan bukan karena hubungan romantis, melainkan untuk menutupi identitas seksual salah satu atau bahkan keduanya.
Istilah ini kali pertama populer pada 1920-an, terutama di Hollywood, ketika menjadi gay atau lesbian bisa mengancam karier dan reputasi seseorang. Kala itu, pernikahan semacam ini dianggap sebagai “jalan aman” agar publik tetap melihat mereka sesuai norma heteroseksual.
Warna lavender sendiri bukan dipilih tanpa alasan. Warna ini sudah lama menjadi simbol komunitas LGBTQIA+. Jejaknya bisa dilacak hingga penyair Yunani kuno, Sappho, yang menggambarkan cinta antarperempuan dengan untaian “mahkota violet”.
Di awal abad ke-20, warna ini bahkan menjadi bentuk penghormatan dan solidaritas di antara perempuan lesbian dan laki-laki gay. Maka, istilah lavender marriage menyiratkan sesuatu yang lembut, indah, tapi juga sarat rahasia.
Menurut terapis Jesse Kahn, fenomena pernikahan lavender ini berakar pada kebutuhan akan rasa aman. Di masa lalu, menjadi queer secara terbuka bisa berarti kehilangan pekerjaan, dikucilkan keluarga, bahkan menjadi sasaran kekerasan.
Bagi sebagian orang, menikah secara “hetero” adalah cara bertahan hidup, melindungi karier, reputasi, juga kesehatan mental. Tak hanya di dunia hiburan, praktik serupa juga terjadi di kalangan politikus dan tokoh publik yang hidup di bawah sorotan tajam masyarakat.
Sejarawan Justin Bengry menambahkan, lavender marriage juga kerap dilakukan untuk menjaga keharmonisan dengan keluarga dan komunitas. Di banyak budaya, tekanan untuk menikah dengan lawan jenis masih sangat kuat. Jadi, bagi beberapa orang, pernikahan seperti ini bukan sekadar bentuk kebohongan, melainkan bentuk kompromi terhadap realitas sosial yang belum sepenuhnya menerima keberagaman orientasi seksual.
"Pernikahan lavender memang bisa melindungi seseorang dari keluarga atau komunitas yang nggak menyetujui orientasi seksualnya," ucap Bengry sebagaimana dinukil dari Parade, Sabtu (21/6/2025).
Namun, di balik semua itu, lavender marriage menyisakan dilema. Hubungan semacam ini bisa menciptakan rasa terjebak dan kesepian karena masing-masing pasangan harus terus berpura-pura. Di sisi lain, keberadaannya juga menjadi cermin bahwa penerimaan terhadap perbedaan masih butuh perjuangan panjang.
Pada akhirnya, lavender marriage bukan hanya soal siapa yang menikah dengan siapa, melainkan tentang bagaimana masyarakat masih menilai “kelaziman” dalam cinta dan identitas. Makanya, keberadaan pernikahan ini pun jadi perbincangan hangat bagi warganet di media sosial, Gez. (Arie Widodo/E07)
