Inibaru.id – Berbentuk seperti potongan alat kelamin lelaki, tapi dijual di tempat-tempat wisata di Bali, itulah Lolok. Bentuknya yang agak kurang patut ini membuat suvenir khas Pulau Dewata tersebut kerap membuat si pemberi oleh-oleh sebagai sosok nan cabul. Padahal, benda itu penuh filosofi, lo!
Suvenir lolok bisa berbentuk macam-macam, mulai dari gantungan kunci, pembuka botol, asbak, hingga pajangan meja. Yakinlah, bentuknya yang sangat mencolok ini bakal menimbulkan perasaan kikuk saat kamu membelinya atau bahkan sekadar melihat-melihat.
Namun, sebetulnya, apakah lolok? Menyoal lolok, kamu perlu mengenal Lingga, atribut Dewa Siwa, salah satu dari tiga dewa utama (Trimurti) agama Hindu. Perlu kamu tahu, Hindu merupakan agama yang dianut sebagian besar masyarakat Bali.
Nah, lingga dianggap sebagai simbol benih atau kesuburan dari apa pun yang ada di alam semesta, yang sering disimbolkan dengan objek berbentuk tegak dan tinggi. Objek pemujaan yang melambangkan falus atau alat kemaluan Siwa ini juga disebut Siwalingga.
Contoh dari lingga bisa kamu temukan di Candi Sukuh, Candi Cetho, atau Candi Badut. Bentuk lingga bisa sekadar simbol batu atau arca tegak berdiri, memanjang, atau benar-benar berbentuk organ vital laki-laki. Lawan dari lingga adalah Yoni, atribut berbentuk organ vital perempuan.
Lalu, Kaitannya dengan Lolok?
Lolok dianggap sebagai salah satu simbol dari lingga. Lolok nggak hanya dijadikan gantungan kunci, tapi juga pembuka botol dan bahkan asbak. Masyarakat Bali menerima kerajinan lolok sebagai bagian dari seni budaya di sana, sebagaimana kata antropolog Pande Made Kutanegara.
“Lolok sebenarnya adalah kreasi para seniman, yang diterima masyarakat Bali,” ungkap dosen antropologi di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut, yang juga mengatakan bahwa lolok bukanlah sesuatu yang saru atau nggak senonoh di Bali.
Pande menambahkan, masyarakat Bali nggak pernah mempermasalahkan ketelanjangan karena sejak dulu mereka sudah terbiasa. Kamu yang pernah melihat foto-foto lawas di Bali yang menunjukkan para perempuan tanpa penutup dada tentu tahu maksudnya.
Selain itu, masih menurut Pande, nggak sedikit permandian umum di Bali yang nggak memberi tabir atau pembatas antara perempuan dengan laki-laki. Jaraknya pun berdekatan.
“Saat 1980-an dulu, nggak ada nafsu meski melihat tubuh perempuan mandi. Terkadang kami juga bertegur sapa,” kenang dosen yang masa remajanya dihabiskan di Bali itu.
Nah, karena keterbukaan organ vital pada tubuh dianggap sebagai hal biasa, lolok pun nggak dianggap tabu oleh sebagian besar orang Bali. Ini tentu saja berbeda dengan para wisatawan yang melihat dari kacamata budayanya sendiri.
Wah, jadi tahu! So, nggak perlu ragu untuk membeli lolok atau suvenir dari Bali berbentuk alat kelamin lelaki ini. Kalau ada yang tanya, katakanlah kamu sedang membeli barang penuh filosofi yang merupakan lambang kesuburan Dewa Siwa! Ha-ha. (Cnn/IB09/E03)