Inibaru.id – Kerupuk rambak beda dengan kerupuk jenis lain yang dibuat di Indonesia. Kerupuk ini terbuat dari bahan kulit sapi atau kulit kerbau. Nggak hanya cocok untuk dijadikan camilan, kerupuk rambak juga nikmat untuk dijadikan lauk. Tekstur kriuk serta rasa gurihnya bakal bikin kamu nggak mau berhenti ngunyah deh!
Dari sekian banyak jenama kerupuk rambak di Tanah Air, kerupuk rambak yang diproduksi di kawasan Kampung Jagalan, Desa Penanggulan, Kecamatan Pegandon, Kendal, Jawa Tengah, barangkali yang paling istimewa. Pasalnya, kerupuk rambak dari kawasan ini nggak bikin tenggorokan sakit saat dimakan. Bahkan katanya, kerupuk ini sering dipesan presiden dari zaman Soeharto sampai Joko Widodo, lo, Millens.
Salah seorang dari 13 produsen kerupuk rambak yang ada di Desa Penanggulan adalah Muhammad Munir. Dia merupakan generasi ketiga dari keluarga Dwijoyo, salah seorang pengelola pabrik kerupuk. Jangan salah, pabrik mereka ini sudah eksis di Kampung Jagalan sejak 1985.
Bergantung dari penjualan kerupuk rambak, nggak bikin Munir merahasiakan cara pembuatan produknya. Ternyata, produksi kerupuk rambak ini cukup rumit dan menghabiskan waktu. Maklum, dia benar-benar menjaga kualitas kerupuk miliknya. Alhasil, kerupuk rambaknya pun cenderung lebih gurih dan renyah.
“Proses penggorengannya saja tiga tahap. Yang pertama mengoreng untuk melembekkan kulit kerbau, yang kedua untuk membuat kulit mekar, dan yang ketiga agar rambak bisa mengembang dengan sempurna,” ucapnya sebagaimana dikutip dari Sindonews, Rabu (4/7/2018).
Tapi, penggorengan bukan menjadi satu-satunya kunci membuat kerupuk rambak berkualitas. Perebusan kulit, pengerokan, penjemuran, pemotongan, hingga pengungkepan kulit juga nggak bisa dianggap sepele. Istimewanya, kulit kerbau harus diungkep dengan minyak dari lemak sapi yang sudah dilelehkan. Meski njlimet, proses inilah yang menentukan cita rasa dari kerupuk rambak tersebut.
“Proses pengungkepan cukup lama yaitu 12 sampai 24 jam, tergantung usia dari kulit sapi atau kerbau yang disembelih,” jelas Munir sebagaimna dilansir dari Radar Pekalongan, Rabu (4/7/2018).
Ketelatenan Munir dalam mengolah kerupuk rambak ini membuahkan hasil. Setiap bulan setidaknya dari 1 kuintal kerupuk rambak yang dia produksi mampu mendatangkan omzet Rp 15 juta sampai Rp 20 juta!
Kepala Desa Penanggulan Ria Setianingsih menyebut kerupuk rambak memang jadi produksi andalan desanya. Para produsen juga nggak bakal berhenti beroperasi hanya karena stok kulit dari Demak, Semarang, Batang, dan Jepara sulit didapat. Agar produksi jalan terus, mereka nggak segan untuk "mengimpor" bahan baku dari Minahasa, Sulawesi Utara.
Produksi yang nggak kenal berhenti ini pun berhasil membuat kerupuk rambak dari Desa Penanggulan ini diekspor sampai ke luar negeri.
“Pesanan (datang) dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Hong kong,” ucap Ria, Rabu (4/7/2018).
Wah, menarik juga ya cerita produksi kerupuk rambak di Kendal, Jawa Tengah. Omong-omong, kamu suka makan kerupuk rambak nggak, nih, Millens? (Arie Widodo/E05)