Inibaru.id – Jangan heran kalau kamu menemukan kasur-kasur bertumpuk di teras rumah warga Desa Karaban, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kasur-kasur yang terbuat dari kapuk randu itulah yang jadi sumber penghidupan mereka.
Di tengah populernya kasur-kasur springbed atau kasur angin, realitanya orang Indonesia terbiasa menikmati waktu tidurnya dengan kasur kapuk. Memang, seiring waktu kasur ini bisa mengempis dan lebih keras. Namun, asalkan diisi ulang dengan kapuk baru, kasur kapuk ini bakal kembali terasa empuk dan nyaman, Millens.
Warga Desa Karaban yang tahu kalau kasur kapuk masih laku di pasaran pun terus memproduksinya. Mereka bahkan merambah pasar lebih jauh. Nggak hanya di Jawa, kasur-kasur dengan harga bervariasi dari Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu per buah ini dijual ke Kalimantan, Sumatra, hingga Malaysia dan Vietnam.
Salah seorang produsen kasur kapuk di desa tersebut, Ahmad Ridwan mengaku menjual kasur kapuk hingga 400 buah setiap bulannya ke Kalimantan. Dia mengklaim kasur buatannya empuk dan nyaman. Di musim hujan, kasurnya bakal terasa hangat, tapi di musim kemarau, kasurnya terasa sejuk.
Pada 2019, Ahmad menyebut bahan baku pembuatan kasur kapuk sangat mudah didapat. Maklum, kapuk randu banyak ditemukan di Pati dan sekitarnya. Apalagi, satu pohon saja sudah bisa memproduksi kapuk randu dalam jumlah yang cukup banyak. Kalau menurut Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Gembong Dinas Pertanian Pati, setidaknya 100 pohon kapuk randu bisa memproduksi 380 kilogram kapas.
Jumlah Pohon Kapuk Randu Semakin Berkurang
Sayangnya, pohon kapuk yang sangat dibutuhkan sebagai bahan baku utama dari kapuk kasur semakin berkurang di Pati dan sekitarnya. Kalau menurut pemilik pengolahan dan pengepakan kapuk UD Causa Prima di Karaban Supeno, dari 700 ribu pohon kapuk randu di Pati, 30 persennya sudah ditebang. Alasan penebangannya adalah mengganggu jalan atau dijadikan bahan baku furnitur.
“Lima tahun ke depan, kalau pohon randu nggak dilestarikan, rumah tangga industri kapuk di Desa Karaban bakal menemui ajalnya. Padahal, ada lebih kurang 5 ribu tenaga kerja produktif di Desa Karaban yang bergantung pada kapuk,” ujar Supeno, Minggu (1/3/2020).
Memang, warga Karaban bisa mencari kapuk dari Jawa Timur. Namun, karena harganya juga cukup mahal, yakni Rp 17.500 – Rp 19.200 per kilogram per Maret 2020, banyak produsen kasur kapuk yang mengakalinya dengan membeli limbah kapas dari pabrik tenun yang ada di Sidoarjo dan Bandung.
“(Harga kapuk yang mahal) itu menyebabkan modal para perajin naik. Untuk menyiasati agar modalnya pas, para perajin mencampur kapuk dengan limbah kapas dari pabrik tenun,” keluh Supeno.
Semoga saja nggak ada lagi penebangan pohon kapuk randu, ya, Millens, jadi produksi kasur kapuk di Desa Karaban, Pati, bisa terus Berjaya. (Mem, Kar, Mit/IB09/E05)