Inibaru.id – Kasus dugaan penyelewengan dana yang melibatkan lembaga sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus bergulir. Kini, Kementerian Sosial (Kemensos) mencabut izin penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) pada ACT.
Berdasarkan keterangan dari Humas Kemensos RI pada hari ini, Rabu (6/7/2022), ACT dianggap melanggar Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan yang berbunyi:
Baca Juga:
Viral Kabar Dana Sumbangan Diselewengkan Kini Tengah Diselidiki, Presiden ACT: Kami Mohon Maaf“Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 % (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan.”
ACT ternyata melakukan pemotongan lebih besar dari ketentuan dalam ayat tersebut, tepatnya 13,7 persen. Besarnya pemotongan ini bahkan diungkap langsung oleh Presiden ACT Ibnu Khajar saat menggelar konferensi pers. Selain itu, menurut aturan Kemensos pula, seharusnya PUB untuk bencana disalurkan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan tanpa ada potongan biaya operasional apa pun.
“Alasan kita mencabut dengan pertimbangan adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial. Sekarang kita menunggu hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal, baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” ungkap Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy, Rabu (6/7).
Penjelasan ACT Terkait Potongan 13,7 Persen
Meski jelas-jelas melanggar ketentuan Kementerian Sosial yang sudah eksis sejak 42 tahun lalu, ACT keukeuh menganggap potongan 13,7 persen ini sebagai hal yang wajar. Apalagi, mereka sudah melakukannya sejak 2017 sampai 2021.
“Kami sampaikan bahwa rata-rata opersional untuk gaji karyawan atau pegawai di ACT dari 2017-2021 yang kami ambil 13,7 persen,” ungkap Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers pada Senin (4/7).

Menurutnya, potongan ini nggak menyalahi ketentuan, termasuk jika dibandingkan dengan ketentuan potongan zakat sebesar 12,5 persen atau 1/8 sekalipun. Dia bersikukuh kalau dana yang dihimpun ACT bukanlah zakat, melainkan donasi yang nggak bisa dianggap zakat.
“Secara umum tidak ada patokan khusus sebenarnya berapa yang boleh diambil untuk operasional lembaga,” sanggahnya.
Penjelasan ACT Terkait Gaji Fantastis dan Isu Terorisme
Hal lain yang jadi sorotan publik adalah soal isu gaji Presiden ACT yang mencapai Rp 250 juta per bulan. Ibnu menjelaskan bahwa gaji tersebut memang sempat diterapkan, tapi nggak lama.
“Beberapa angka yang sempat beredar di publik, sebenarnya angka yang menjadi rencana pada 2021 dan itu belum bisa dijalankan. Kalau nggak salah cuma 1 bulan dijalankan. Setelah itu, pada tahun kedua pandemi kondisi ekonomi kami turun signifikan dan filantropi kami belum bertumbuh sehingga kami melakukan perubahan struktur penggajian menyesuaikan dengan dana filantropi,” jelas Ibnu.
Nggak hanya itu, ACT membantah anggapan bahwa dana sosial yang mereka himpun disalurkan untuk terorisme sebagaimana yang ditemukan oleh PPATK. Ibnu pun siap dipanggil jika memang diminta untuk memberikan penjelasan.
“Kami tidak pernah berurusan dengan teroris. Kalau ACT dianggap radikal kami malah bingung,” ungkap Ibnu.
Wah, nggak nyangka kasusnya sampai berujung pencabutan izin ACT, ya Millens? Kalau kamu, setuju nggak dengan langkah Kemensos ini? (Det, Cnn, Kon/IB09/E05)