Inibaru.id - Hari ini, Rabu, 8 Januari 2025 merupakan hari ketiga berjalannya program makan bergizi gratis (MBG) di beberapa wilayah di Indonesia. Meski masih tergolong singkat, program yang diperuntukkan kepada anak sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui ini sudah menuai banyak kritik yang tentu saja bisa dijadikan bahan evaluasi.
Kritik yang paling banyak adalah tentang jenis makanan dan kualitas rasa. Banyak anak sekolah yang mengeluh jenis lauk yang disajikan bukanlah lauk yang mereka suka sehingga makanan nggak dihabiskan. Di samping itu, kualitas makanan yang disajikan disebut sudah nggak fresh lagi.
"Sayur bayam seperti sudah basi, agak asam rasanya. Terus, semangkanya juga sudah agak asam," terang Faris, salah seorang siswa kelas 5 SDN Susukan 01, Ciracas saat menceritakan pengalaman hari pertama program MGB, dinukil dari Kompas, Rabu (8/1).
Cerita-cerita seperti yang diungkapkan Fariz tersebut nggak bisa diabaikan. Nyatanya, program MBG yang dilaksanakan di daerah lain juga diwarnai dengan keluhan akan rasa makanan. Selain itu, ada pula keluhan mengenai waktu pengantaran makanan yang mepet dengan jam sarapan di rumah atau pulang sekolah, bahkan mengurangi waktu belajar.
Masih Banyak Evaluasi
Jumlah penerima program makanan bergizi gratis sangatlah banyak. Maka dari itu, elemen terpenting dalam program ini adalah standar kualitas makanan yang diterima. Jika ada standardisasi, nutrisi bakal tetap terjaga meski dibagikan di berbagai wilayah.
Selain itu, juru masak yang terlibat juga harus memiliki kualifikasi yang terstandardisasi sehingga dapat menghasilkan masakan yang memenuhi standar gizi dan juga K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
Ketua Asosiasi Juru Masak Indonesia (AJMI), Chef Erick A Riadh menjelaskan bahwa keinginan pemerintah untuk memberikan makanan bergizi gratis harus diimbangi dengan kesiapan juru masak yang memenuhi standar dan memahami proses pengolahan pangan agar program pemerintah tersebut dapat memberikan manfaat yang sesuai dalam meningkatkan gizi anak-anak Indonesia dan mengurangi angka stunting.
“Gizi seimbang harus diberikan kepada anak sejak dini, dan juru masak punya peran penting dalam menyediakan menu makan bergizi yang memenuhi standar higienis,” ucap Erick.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah menilai program MBG perlu dievaluasi secara menyeluruh, terutama dalam hal tata kelola dan pelaksanaannya. Dia mengusulkan agar penyediaan makanan nggak lagi dilakukan oleh katering, tetapi melibatkan komunitas lokal, seperti ibu-ibu PKK atau pengelola kantin sekolah.
"Tapi kalau misalnya yang masak itu orang sekitar sekolah atau di daerah itu sendiri saya rasa ini kan sudah bisa terukur. Itu sesuai yang penting standar gizinya memenuhi. Jadi tidak pakai katering lagi," jelas Trubus.
Dengan melibatkan orang-orang sekitar sekolah, menurutnya, menu dapat lebih menyesuaikan dengan selera anak-anak. Jika menunya sehat, kondisi masih segar saat dibagikan, dan jenis olahan sesuai dengan selera anak, maka kemungkinan makanan akan dihabiskan jadi lebih besar.
Nah, mumpung masih berjalan beberapa hari, pemerintah hendaknya terus melakukan evaluasi untuk memperbaiki jalannya program andalan Presiden Prabowo Subianto ini. Agenda besar ini memang perlu upaya perbaikan secara bertahap. Jika program MBG ini berjalan sesuai target, bukan nggak mungkin gizi anak-anak Indonesia akan berangsur-angsur membaik. (Siti Khatijah/E07)