inibaru indonesia logo
Beranda
Hits
Digantikan Pisang, Inikah Senjakala Salak Pondoh Banjarnegara?
Rabu, 1 Jun 2022 15:00
Penulis:
Inibaru Indonesia
Inibaru Indonesia
Bagikan:
Salak di Banjarnegara, dulu jadi primadona, kini harganya semakin sulit menguntungkan petani. (hortikultura.pertanian.go.id)

Salak di Banjarnegara, dulu jadi primadona, kini harganya semakin sulit menguntungkan petani. (hortikultura.pertanian.go.id)

Salak pondoh dulu dikenal sebagai oleh-oleh dari Banjarnegara, Jawa Tengah. Tapi, pamornya kini semakin menurun akibat harga yang semakin nggak menguntungkan bagi para petani. Bahkan, semakin banyak yang mulai menggantinya dengan pohon pisang.

Inibaru.id – Nggak hanya Sleman yang terkenal dengan buah salaknya. Salak dari Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah juga cukup populer lo. Bahkan, banyak orang yang menyebut salak pondoh sebagai salah satau oleh-oleh yang wajib dibawa kalau kamu datang ke kabupaten tersebut.

Tapi, kini salak nggak lagi jadi primadona para petani di Banjarnegara. Harganya di pasaran semakin murah, apalagi jika sedang dalam masa panen raya. Petani cuma bisa menjualnya Rp 1.000 per kilogram. Padahal, kalau pengin mendapatkan untung, setidaknya petani harus menjual salaknya Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per kilogram.

Masalah petani salak semakin besar tatkala panen raya. Saking banyaknya stok salak di pasaran, buah yang mereka panen dari kebun bisa jadi nggak ada yang membeli sampai akhirnya membusuk.

“Misal panenan buah salak 7-8 kuintal. Jadi kalau tidak ada pembeli, kita mau jual ke mana?" Keluh Kepala Desa Gununggiana Kadi, Kamis (2/4/2020).

Para petani juga semakin kesulitan mendapatkan hasil panen yang baik. Soalnya, semakin tua usia tanaman salak, semakin berkurang pula produktivitasnya.

“Rata-rata umur salak di sini 20-30 tahunan,” ungkap Ahmad Solihin, salah seorang petani salak dari Desa Kaliurip, Kecamatan Madukara, Banjarnegara, Selasa (1/6/2021).

Petani salak Banjarnegara mulai banyak yang beralih jadi petani pisang. (Suara/Shutterstock)
Petani salak Banjarnegara mulai banyak yang beralih jadi petani pisang. (Suara/Shutterstock)

Sayangnya, para petani nggak benar-benar memperhatikan hal ini. Mereka mengira usia tanaman salak yang panjang berarti produktivitasnya juga tetap tinggi. Realitanya nggak demikian. Tanpa regenerasi yang bagus, hasil produksi salak pun semakin anjlok di tengah harga jualnya yang terus murah.

Solihin dan rekan-rekannya pun mengambil langkah drastis demi tetap mendapatkan pemasukan. Caranya, mereka membabat habis tanaman salak yang selama puluhan tahun menghidupi mereka. Setelah itu, mereka menanam tumbuhan lain yang dianggap lebih menguntungkan. Pilihan Solihin jatuh pada pohon pisang jenis Kirana.

Keputusannya membuahkan senyum. Kini Solihin mulai menikmati hasil panen pisangnya yang dihargai cukup mahal. Bagaimana nggak, rata-rata, setiap tundun pisang dari kebunnya dihargai Rp 40 ribu.

Hal lain yang jadi perhatian Solihin adalah kondisi lingkungan kebunnya. Maklum, pohon salak cenderung menghabiskan air cukup banyak. Hal ini tentu beda dengan tanaman pisang yang justru mampu ikut menahan air tanah dengan baik.

“Banyak sumber air yang hilang semenjak ramai ditanami salak,” cerita Solihin.

Semoga saja ada inovasi baru dari para petani dan dukungan dari pemerintah agar para petani salak di Banjarnegara bisa kembali mendapatkan keuntungan.

Tapi sayang juga ya kalau salak Banjarnegara yang sejak dulu jadi primadona nantinya menghilang, Millens? (Tim, Tri/IB09/E05)

Komentar

OSC MEDCOM
inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved