Inibaru.id – Konflik antara manusia dan gajah Sumatera bukanlah cerita baru. Namun, di tengah krisis iklim yang makin terasa, ketegangan itu berpotensi membesar. Bukan karena gajah jadi lebih agresif, tapi karena rumah dan sumber makan mereka di hutan makin terancam.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna, mengungkapkan bahwa dampak perubahan iklim memang jarang terlihat langsung pada satwa, tapi sangat terasa pada ekosistem tempat mereka hidup. “Musim kemarau lebih panjang, hujan makin tak menentu semua itu memengaruhi ketersediaan pakan gajah,” ujarnya saat berkunjung ke redaksi Kompas, Jumat (8/8/2025).
Ketika sumber makanan di hutan menipis, gajah terpaksa mencari alternatif, dan sering kali itu berarti masuk ke ladang warga. Salah satu wilayah yang kerap merasakan dampaknya adalah Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Di sana, sebagian besar warga menggantungkan hidup dari bertani padi yang ironisnya juga terancam oleh pola hujan nggak menentu akibat perubahan iklim.
“Bagi petani, gagal panen karena cuaca sudah berat. Kalau ditambah sawah dimasuki gajah, kerugiannya bisa dobel,” kata Dolly.
Mencari solusi, Belantara Foundation mencoba langkah unik: menanam padi di area hutan produksi yang tergenang air. Tujuannya sederhana yaitu menyediakan “sawah” untuk gajah, agar mereka nggak lagi merambah ke desa. Selain itu, pemerintah juga menanam rumput gajah dan memberi pakan tambahan di hutan produksi.
“Kami berpikir, kenapa tidak kami tabur saja padi di genangan air di hutan produksi, supaya gajahnya makan di sana, bukan di sawah warga,” tambahnya.
Harapannya, strategi ini bukan hanya meredam konflik, tapi juga menjaga ekonomi masyarakat. Mengingat, populasi gajah di OKI dan wilayah Sumatera Selatan masih cukup signifikan yaitu lebih dari 100 ekor, langkah melindungi ekosistem mereka menjadi krusial.
Di tengah krisis iklim, menjaga jarak aman antara gajah dan manusia bukan sekadar soal keamanan ya, Gez, tapi juga tentang keberlangsungan hidup kedua belah pihak. Karena, ketika hutan aman dan gajah cukup makan, warga pun bisa tidur nyenyak tanpa khawatir ladang mereka diacak-acak sang raksasa hutan. (Siti Zumrokhatun/E05)
