Inibaru.id - Seperti manusia yang mencari tempat baru yang lebih baik atau hewan yang berpindah karena lingkungan tempat tinggalnya memburuk, tumbuhan juga melakukan migrasi. Namun, karena nggak memiliki bentuk fisik untuk berpindah dengan cepat, mereka melakukannya dengan beregenerasi.
Regenerasi adalah kata yang menakutkan jika diterapkan pada manusia atau hewan, karena berarti melewati mekanisme kematian untuk menciptakan kehidupan baru di tempat lain. Inilah yang terjadi pada tumbuhan. Mereka berpindah melalui benih dan tunas baru.
Maka, jangan membayangkan pohon yang berlari atau terbang untuk berpindah. Mereka mati, tapi menciptakan populasi di wilayah yang baru. Inilah yang disebut migrasi vegetatif. Sejak zaman Holosen sekitar 9.000 tahun lalu, pohon telah menyesuaikan diri dengan cara ini sebagai respons atas perubahan iklim.
Meski perlahan, pergerakan mereka cukup luas; mengelevasi pegunungan, bahkan melintasi benua. Dikutip dari Forest Digest (21/1/2021), Wiene Andriyana mengatakan, dalam sebuah penelitian selama 30 tahun (1985-2015) rata-rata pepohonan di Amerika Utara bergeser sekitar 15 kilometer setiap dekade.
"Mereka berpindah ke barat dan utara sebagai respons terhadap perubahan iklim dan suksesi. Secara keseluruhan sekitar 45 kilometer selama 30 tahun," tulisnya dalam artikel berjudul Pohon Juga Bisa Pindah.
Bergerak Lebih Cepat
Dia mengatakan, pergeseran spasial ini lebih sensitif terhadap perubahan kelembapan, yang berhubungan erat dengan curah hujan alih-alih perubahan suhu. Dikutip dari Living on Earth (26/5/2017), pohon berdaun lebar seperti oak dan maple bergerak ke barat karena perubahan kelembapan
"Sementara itu, kelompok pohon hijau seperti pinus dan cemara akan bergerak ke utara karena perubahan suhu," tulis mereka.
Perpindahan tumbuhan itu sebetulnya merupakan satu hal yang wajar. Hal tersebut telah terjadi sejak lama. Namun, sebelumnya migrasi nggak berlangsung secepat ini. Perubahan yang cepat mengharuskan mereka berusaha keras beradaptasi untuk mengimbanginya.
Pertanyaannya, bisakah semua spesies berhasil beradaptasi dengan krisis iklim tersebut? Mereka yang gagal tentu akan mati dan mungkin mengalami kepunahan. Jika bisa berteriak, tumbuhan yang berada di ujung tanduk ini mungkin akan dengan lantang meminta bantuan kita.
Uluran Tangan dari Manusia
Kita tahu bahwa tumbuhan bisa bermigrasi untuk menghindari dampak krisis iklim. Namun, gerakannya terbatas dan membutuhkan waktu. Sementara, pemanasan global nggak memberikan waktu yang cukup untuk mereka beradaptasi.
Maka, uluran tangan manusia sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga muncullah konsep assisted migration. Konsep tersebut muncul sebagai upaya untuk membantu mempercepat relokasi tanaman rentan ke tempat yang lebih cocok untuk iklim mereka ke depan.
Di Inggris dan AS, muncul program-program eksperimental untuk membantu tanaman seperti coast redwood atau western larch memperluas jangkauan geografisnya hingga ribuan kilometer. Di Kanada, pemerintah juga memindahkan pohon sejauh ribuan kilometer agar bisa tumbuh dengan iklim yang sesuai.
Dalam pandangan para ekolog, ini kontroversial karena berpotensi mengganggu ekosistem lokal. Namun, pernyataan ini ditampik dengan pernyataan bahwa risiko kepunahan lebih mendesak jika nggak bertindak mulai sekarang.
Mencegah Migrasi menjadi Invasi
Rencana memindahkan tumbuhan ke tempat yang lebih nyaman untuk dihuni telah bergulir cukup lama. Namun, upaya ini membentur dinding yang cukup tinggi, yakni jangan sampai proses migrasi ini justru berubah menjadi invasi yang membuat tanaman enemik justru mengalami kepunahan.
Untuk mencegah migrasi berlangsung invasif, sejumlah peneliti pun memilih mengupayakan proses perpindahan secara alami, tapi dengan bantuan manusia, agar prosesnya bisa dipercepat. Salah satunya dengan membangun rute migrasi bagi mereka.
Di beberapa negara, infrastruktur hijau telah menjadi bagian dari kebijakan iklim. Di AS misalnya, mereka membangun "jembatan" agar satwa liar pembawa benih tanaman bisa melintasi jalan raya untuk menjangkau tempat baru atau menciptakan struktur hijau yang memungkinkan burung membawa benih lebih jauh lagi.
Selain itu, rewilding atau mengembalikan lahan ke kondisi alaminya, terutama di bantaran sungai, juga menjadi kebijakan di sejumlah negara, mengingat aliran air juga menjadi cara tumbuhan menyebarkan benih mereka, sebagaimana dikutip dari pakar konservasi AS Mark McGuire.
"Pendekatan konservasi juga perlu bervolusi. Kita tidak mungkin memulihkan segalanya kembali ke kondisi masa lalu. Kita harus dinamis dan berani merancang masa depan ekosistem yang bisa bertahan dalam iklim yang terus berubah," tuturnya, dikutip dari Time (16/2/2023).
Selama ini, tumbuhan selalu punya cara untuk beradaptasi, termasuk terhadap perubahan iklim. Yang perlu kita lakukan hanyalah memberi mereka jalan dan ruang untuk regenerasi, karena benih yang tumbuh nggak hanya akan menyelamatkan diri mereka sendiri, tapi juga mencegah kita dari kepunahan. (Siti Khatijah/E10)
