inibaru indonesia logo
Beranda
Foto Esai
Minggu, 31 Jul 2022 09:00
Renjana Badut-Badut Pesta di Kota Lunpia
Bagikan:
Para badut yang tergabung dalam Basscom mengajak beberapa anak mempraktikkan atraksi piring terbang.
Seorang badut menyapa anak kecil yang menunggu pertunjukan Basscom di Lapangan TVRI.
Senyuman lebar dan sapaan ceria menjadi skill wajib yang harus dimiliki seorang badut.
Pin tanda komunitas yang tertempel di dada para personel Basscom.
Para badut Basscom menyiapkan segala keperluan dan riasan untuk menghibur warga.
Antusiasme anak-anak jelang penampilan para badut Basscom.
Badut Semarang Community dengan ke-16 personel mereka.
Salah seorang personel Basscom yang sedang merias wajah.
Beberapa alat peraga yang menunjang pertunjukan para badut Basscom.
Juggling bola, piring terbang, dan atraksi tongkat; beberapa atraksi yang disajikan para badut Basscom.

Sembari mengumpulkan para badut pesta di Kota Lunpia yang sebelumnya berjalan sendiri-sendiri, mereka menghibur anak-anak di pinggiran kota tanpa menarik sepeser pun bayaran.  

Inibaru.id – Pebisnis hiburan kenamaan sekaligus salah satu orang terkaya dunia abad ke-19 Phineas Taylor Barnum mengatakan, "Badut adalah pasak tempat sirkus didirikan." Ini menunjukkan betapa pentingnya badut dalam sebuah pertunjukkan sirkus.

Sayangnya, kondisi itu sepertinya nggak begitu relevan saat ini karena pertunjukan sirkus sudah nggak banyak lagi digelar. Selain anak-anak, agaknya juga nggak banyak orang dewasa yang menyukai badut. Mereka justru lebih dikaitkan dengan "pengamen" yang muncul di perempatan jalan.

Padahal, sosok yang identik dengan riasan meriah, rambut warna-warni, pakaian kebesaran, dan hidung tomat berwarna merah tersebut sejatinya lebih dari itu. Seorang badut adalah pelawak, pesulap, dan pemain akrobat yang menjadi satu. Setidaknya, inilah yang ada di ingatan saya sewaktu kecil.

Kerinduan pada badut inilah yang akhirnya mempertemukan saya dengan Badut Semarang Community (Basscom). Kebetulan, pertengahan Juli 2022 lalu komunitas badut asal Kota Lunpia itu "manggung" di Lapangan TVRI di bilangan Pucanggading, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak.

Ketua Basscom Dwi Hadi Wijanarko mengatakan, mereka melakukannya dengan sukarela alias nggak dibayar. Tujuannya memang semata menghibur, sekaligus menunjukkan keberadaan mereka yang menurut saya selama pertunjukan tampil sangat menghibur tersebut.

"Kami gelar acara gratis ke pinggiran Semarang dan sekitarnya dengan visi untuk bersatu dan berbagi," ungkap lelaki yang dikenal sebagai Badut Cipus ini bangga. "Bersatu, menggabungkan sanggar badut di Semarang, Demak, dan Kendal; dan berbagi, untuk (kegiatan) sosial.”

Cipus menambahkan, Basscom dibentuk pada 18 Mei 2022. Baru seumur jagung. Namun, kedekatan para badut yang sebelumnya bekerja di sanggarnya sendiri-sendiri itu cukup oke. Saat saya tiba di lokasi, sudah ada 16 anggota komunitas tengah saling bantu merapikan sound system.

Saya agak kaget karena lapangan sudah dibanjiri para penonton yang didominasi anak-anak, padahal sebelumnya Cipus mengatakan, Basscom hanya melakukan promosi alakadarnya via media sosial. Nggak hanya di lapangan, sejumlah anak juga nggak sabar dan melongok ke ruang rias badut.

Bukan Profesi Populer

Badut memang selalu disukai anak-anak. Namun, profesi ini kurang populer, bahkan mungkin nggak ada orang yang bercita-cita menjadi badut semasa kecil. Padahal, pekerjaan itu sebetulnya sangatlah menjanjikan, sebagaimana diungkapkan Sutrisno a.k.a Badut Boncel.

Boncel sudah puluhan tahun menekuni profesi sebagai badut. Mengawali karier selama tujuh tahun sebagai asisten Jack & Linda, pesulap kenamaan Indonesia era 1970-an yang dikenal dengan dove magic (sulap merpati)-nya, Boncel nekat ke Semarang dan membuka lahan sendiri.

“Dulu, badut adalah pekerjaan aneh. Mental belum terbentuk. Tapi, sekarang saya berani jamin, badut adalah pekerjaan menjanjikan," ungkap Boncel kepada saya di sela-sela waktu merias wajah sebelum tampil menghibur penonton.

Dia pun memaparkan, untuk sebuah pesta ulang tahun berdurasi 1,5 jam, dia dan kawan-kawan biasanya mematok harga Rp 400 ribu. Lebih dari itu, tarifnya bisa mencapai Rp 700 ribu. Maka, nggak heran kalau Boncel mengaku bisa hidup, membeli rumah, dan mobil, dari profesi tersebut.

Namun, seperti saya katakan sebelumnya, badut adalah pekerjaan yang perlu banyak keahlian. Sinjho, badut lain yang tengah merias diri bersama Boncel mengatakan, seorang badut harus bisa menghibur serta punya pembawaan lugas, agar selalu bisa meraih perhatian penonton dan nggak membosankan.

“Skill lain, harus bisa akrobat dan sulap, karena anak kecil paling suka dengan atraksi dan pertunjukan yang mengangetkan,” beber lelaki bernama asli Tito tersebut sambil merapikan kostumnya.

Nggak lama berselang, obrolan sepeminuman kopi kami pun berakhir karena mereka harus segera tampil menghibur penonton. Dari jarak sepelemparan batu, bisa saya saksikan gimana atraktifnya para badut itu. Mereka terus menghibur dan orang-orang terus tertawa. Seru sekali!

Gerakan kocak, atraksi menawan, dan senyum ceria pun serta-merta membawa ingatan saya kembali ke masa lalu. Kalian betul-betul bikin semua orang tersenyum. Terima kasih dan semoga aksi sosial ini menjadi berkah untuk kehidupan kalian ya, Basscom! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved