inibaru indonesia logo
Beranda
Foto Esai
Minggu, 11 Agu 2024 09:00
Festival Cheng Ho Semarang dan Napak Tilas sang Laksamana di Kota Lunpia
Penulis:
Bagikan:
Peserta Festival Cheng Ho membawa tandu patung Dewa-Dewi saat melewati Lawang Sewu.
Bhe Kun, pasukan berkuda pengawal patung Dewa-Dewi. Dalam arak-arakan posisinya selalu paling depan.
Pertunjukan barongsai menjadi salah satu magnet bagi masyarakat untuk menyaksikan arak-arakan Festival Cheng Ho.
Patung Dewa-Dewi yang diusung peserta Festival Cheng Ho tiba di Kelenteng Sam Poo Kong.
Replika Kapal Laksamana Cheng Ho menjadi salah satu barang penting yang diusung dalam Festival Cheng Ho.
Aksi teatrikal dengan menggoyang-goyangkan tandu patung Dewa-Dewi di Kelenteng Sam Poo Kong.
Seorang ayah memanggul anaknya untuk melihat Festival Cheng Ho di Kelenteng Sam Poo Kong.
Warga keturunan Tionghoa menyembah patung Dewa-Dewi yang tiba di Sam Poo Kong. 
Petasan menjadi bagian dalam Festival Cheng Ho.
Relief perjalanan Cheng Ho bisa dilihat di Kelenteng Sam Poo Kong. 

Para peserta Festival Cheng Ho berarak dari Pecinan Semarang menuju Kelenteng Sam Poo Kong. 

Pada penyelenggaraan tahun ini, napak tilas sang laksamana di Kota Lunpia, Festival Cheng Ho Semarang masuk dalam kalender event pariwisata nasional.

Inibaru.id - Arak-arakan Cheng Ho telah berangkat saat saya tiba di Jalan Wotgandul di kawasan Pecinan Semarang, minggu lalu. Karena sudah tahu rutenya, saya bermaksud menyusul. Saat itulah saya dicegat Lim, seorang paruh baya keturunan Tionghoa yang agaknya juga senasib dengan saya.

"Kalau mau ke Sam Poo Kong, saya ikut!" sapa lelaki yang mengaku memiliki masalah pendengaran itu.

Maka, jadilah saya berboncengan dengan Lim menyusul rombongan. Di jalan, dia berterima kasih karena nggak jadi melewatkan kesempatan untuk "mengantar" Laksamana Cheng Ho, sosok yang sangat dihormati di Kota Lunpia, ke Sam Poo Kong. Tahun-tahun sebelumnya dia memang selalu ikut.

"(Saya) sudah ikut dari dulu; wajib nganter Cheng Ho ke Sam Poo Kong," seru Lim keras-keras, mengimbangi bisingnya jalanan dan deru kendaraan. "Cari berkah dan berdoa agar selalu diberi kesehatan," lanjutnya.

Arak-arakan Cheng Ho rupanya belum jauh; baru sampai di Jalan Depok. Lim pun turun setelah seseorang memanggilnya. Seperti tahun-tahun yang lalu, arak-arakan yang merupakan bagian dari Festival Cheng Ho itu tahun ini juga diikuti banyak orang, dengan alasan yang kurang lebih seperti Lim.

Merayakan Kedatangan Cheng Ho

Oya, Festival Cheng Ho adalah arak-arakan yang digelar untuk merayakan kedatangan Laksamana Cheng Ho. Dalam arak-arakan tersebut, berbagai patung dewa dan abu koncho diarak dari Kelenteng Tay Kak Sie di pecinan menuju Kelenteng Sam Poo Kong di Simongan.

Bersama itu, mereka juga mengusung replika kapal Laksamana Cheng Ho, yang diikuti barongsai dan bhe kun, pasukan berkuda penjaga patung dewa-dewi yang berbusana hitam serta berwajah penuh coretan.

Dari Jalan Depok, arak-arakan Cheng ho bergerak menuju Jalan Pemuda, lalu ke Lawang Sewu, Kali Garang, hingga berakhir di Sam Poo Kong. Di antara masyarakat yang menonton, para warga keturunan Tionghoa biasanya akan mengatupkan tangan, berdoa, saat "iringan dewa" ini lewat.

Seperti Lim, kebanyakan warga Tionghoa di Semarang memang menganggap Festival Cheng Ho sakral; mungkin seperti kirab apitan bagi orang Islam yang bertujuan untuk ibadah, mengharapkan hal-hal baik, serta ngalap berkah.

Dinantikan Ribuan Massa

Setiba di Sam Poo Kong, rombongan dari Tay Kak Sie menyerahkan patung dewa ke pengelola Sam Poo Kong untuk didoakan, lalu keduanya unjuk kebolehan, menampilkan aksi teatrikal di hadapan ribuan massa yang telah menantikan kedatangan mereka.

Ini merupakan kali keempat saya menonton Festival Cheng Ho. Yang pertama pada 2019. Setelahnya, pandemi membuat event tahunan itu ditiadakan hingga 2022. Setelah itu, saya selalu mengikuti jalannya acara yang waktunya ditentukan menurut penanggalan Tionghoa tersebut.

Ketua Yayasan Sam Poo Kong Semarang Mulyadi Setiakusuma mengatakan, Festival Arak-arakan Cheng Ho 2024 ini adalah yang perayaan ke-619 yang digelar untuk memperingati kedatangan Laksamana Cheng Ho di Pantai Simongan yang petilasannya sekarang menjadi Klenteng Agung Sam Poo Kong.

"Untuk tahun ini, tercatat ada 10 kelenteng yang berpartisipasi; lima kelenteng lokal dan sisanya dari luar Semarang," paparnya. "Tahun ini lebih meriah dan persiapannya lebih bagus. Semoga terus membaik tiap tahunnya."

Karisma Event Nusantara

Setelah digelar selama bertahun-tahun lamanya, Festival Cheng Ho akhirnya menjadi bagian dari Karisma Event Nusantara. Hal ini disampaikan langsung oleh Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Kemenparekraf Nia Niscaya.

Nia mengatakan, dari 252 proposal yang masuk ke Kemenparekraf, event unggulan dari Semarang ini menjadi salah satu yang lolos kurasi dari para profesional. Festival ini menjadi bagian dari 115 event yang masuk dalam daftar kalender event nasional.

"Ini prestasi, karena (masuk dalam Karisma Event Nusantara) tidak mudah," cetus Nia. "Ada beberapa kriteria; mulai dari ide, strategi komunikasi, manajemen keuangan, manajemen event, hingga analisa dampak event, semua dikurasi oleh para profesional."

Menurut Nia, Festival Cheng Ho sangatlah bagus, karena punya unsur akulturasi budaya yang kuat, yang merupakan bagian dari kekayaan budaya. Maka, sudah sepatutnya didukung. Dia berharap festival ini berkelanjutan dan menjadi magnet wisatawan yang berimbas pada peningkatan ekonomi masyarakat.

Hm, sepakat! Di tengah masyarakat Semarang yang menjunjung tinggi pluralisme, Festival Cheng Ho harus lestari, karena merupakan manifestasi akulturasi budaya yang sesungguhnya. Gimana menurutmu, Millens? (Murjangkung/E03)

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved