Inibaru.id – Rumah Tongkonan yang menghiasi mata uang Rp 5.000 tentu cukup menggambarkan betapa melegendanya rumah adat Tana Toraja di Desa Kete Kesu ini. Dengan lumbung padi kuno dan permakaman di tebing yang unik, nggak heran kalau kampung adat ini jadi warisan budaya UNESCO.
"Gravitasi" ini pula yang menarik Tim Bakti Untuk Negeri "Ekspedisi Sulawesi" berkunjung ke tanah sakral bagi Suku Toraja tersebut. Alamnya asri. Tempatnya syahdu. Adat istiadat dijunjung begitu tinggi di sana.
Kete Kesu berlokasi Kampung Bonoran, Kelurahan Tikunna Malenong, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Jaraknya sekitar 5 kilometer dari Rantepao, pusat kota Toraja Utara, yang bisa ditempuh dengan bermobil.
Memasuki Kete Kesu, kami disambut rumah panggung yang menjulang. Itulah Tongkonan, rumah adat Tana Toraja. Rumah-rumah itu berderet rapi, bersebelahan dengan alang (lumbung padi), laiknya perumahan.
Turun dari mobil, kami disambut Layuk Sarungallo, Ketua Yayasan Kesu. Dia banyak bercerita tentang kampung budaya tersebut, termasuk keinginannya untuk berdampingan dengan teknologi. Lelaki paruh baya itu berharap, teknologi internet bisa membuat tanah kelahirannya ini lebih dikenal publik.
“Semua orang ingin lepas landas. Kami, orang Toraja, jangan ditinggalkan. Maka, kami harus ikut teknologi apa pun!” ungkapnya.
Medsos adalah Koentji
Keinginan Layuk bukanlah buah bibir belaka. Adalah Endy Ellorante yang coba mendedikasikan diri untuk turut andil dalam mempromosikan potensi Tana Toraja lewat bidikan kameranya. Dia rajin meng-capture tradisi dan bentang alam di sana, lalu membagikan hasilnya ke media sosial.
"Saya ingin Toraja lebih dikenal," ungkap Endy, menjelaskan alasannya mengekspos Toraja. "Anak muda harus punya kesadaran penuh untuk turut melestarikan budaya setempat."
Menurutnya, ketersediaan internet yang memadai sangat membantu dirinya dan kawan-kawan untuk mempromosikan potensi daerah. Saat ini, lanjutnya, hanya sejumlah tempat yang masih jadi blank spot jaringan internet di wilayahnya.
Sejalan dengan Endy, ada Thamrin yang juga memperkenalkan berbagai tarian khas Toraja lewat media sosial. Menurutnya, konten semacam itu diperlukan untuk menunjukkan, ada apa saja di Toraja.
“Baru-baru ini kami bikin konten yang berbau tari tradisi Toraja untuk melestarikan budaya Toraja yang asli,” ungkap ketua Sanggar Seni Dao Sarira ini.
Memasarkan Kopi Toraja
Kopi Toraja bukanlah nama baru di belantika perkopian Tanah Air. Kopi yang bercirikan body tebal dengan tingkat keasaman rendah ini pantang dilupakan kalau kamu berkunjung ke tanah para Daeng tersebut. Pun demikian dengan kami.
Berkunjung ke Kaana Toraya Coffee, kami bertemu sang pemilik, yakni Yehezkiel Pongrekun. Di kedai kopi yang berlokasi di Karassik, Kecamatan Rantepao, ini, tentu saja kopi specialty Toraja yang menjadi pilihan kami.
Untuk urusan dedikasi terhadap kopi Toraja, serahkanlah pada Yehezkiel, atau yang akrab disapa Excel. Hingga kini, pemuda murah senyum tersebut mengaku hanya mengolah kopi Toraja dengan teknologi ramah lingkungan.
Perlu kamu tahu, untuk roasting (memanggang) biji kopi, Excel menggunakan roaster bertenaga kincir air. Inilah yang dia maksud ramah lingkungan. Sementara, untuk pemasaran, selain offline, dia juga memanfaatkan media sosial untuk berjualan daring.
“Internet (ada di Rentepao) 2011, kami langsung bikin Instagram dan media sosial lainnya,” akunya.
Ya, masyarakat modern memang agaknya nggak bisa lepas dari internet, sekali pun kita berada lingkungan yang sangat menjunjung nilai budaya dan tradisi. Hal ini juga diakui Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Toraja Berthy Mangontan.
Keragaman potensi di Toraja, menurutnya, menjadi hal baik yang harus terus dikembangkan. Dia menambahkan, keberagaman tersebut bukan hanya persoalan sejarah, tapi juga kehidupan di Tana Toraja yang cukup harmonis.
"Kehidupan kami cukup harmonis. Orang-orangnya toleran. Ini menjadi hal baik untuk dikembangkan lebih jauh,” terangnya, yang juga mengungkapkan, Toraja yang sarat wisata alam, religi, dan budaya, akan semakin berkembang dengan kehadiran internet.
Berthy menambahkan, saat ini 17 dari 19 kecamatan di Toraja sudah terjangkau kualitas jaringan 4G, meski belum merata di tiap kecamatan. Semoga ke depan kawasan berjuluk Land of Heavenly Kings itu semakin dikenal luas berkat kemudahan akses internet di sana ya, Millens! (IB27/E03)