Inibaru.id - Di jantung kawasan Nanyang Technological University (NTU) Singapura, berdiri megah sebuah bangunan yang nggak biasa. Dari luar, bentuknya melengkung lembut seperti batang pohon yang tumbuh alami, dikelilingi cahaya matahari yang memantul hangat di permukaan dinding kayu.
Bangunan itu bernama Gaia, kampus fakultas bisnis NTU sekaligus gedung kayu terbesar di Asia yang kini menjadi simbol baru arsitektur ramah lingkungan di benua ini.
Gaia bukan sekadar kampus, tetapi karya seni yang hidup. Dengan luas mencapai 43.500 meter persegi, bangunan enam lantai ini hampir seluruhnya terbuat dari kayu, mulai dari balok penyangga, dinding, hingga furnitur di dalamnya.
Hanya beberapa bagian seperti tangga, toilet, dan pelat lantai dasar yang menggunakan beton untuk memastikan kekuatan struktur.
Diarsiteki Maestro Asal Jepang
Arsitek di balik keindahan ini adalah Toyo Ito, maestro arsitektur asal Jepang peraih penghargaan Pritzker Prize, yang bekerja sama dengan firma lokal RSP Architects. Dalam sebuah wawancara, Ito mengungkapkan filosofi di balik desain Gaia.
“Saya selalu berusaha membayangkan hubungan dan nuansa alam seperti pepohonan dan air dalam setiap rancangan arsitektur saya,” ujarnya, dikutip dari CNN (5/6/2023).
Desain itulah yang terasa sejak pertama kali memasuki gedung. Aroma kayu yang alami menyatu dengan pencahayaan lembut dari langit-langit tinggi. Ruang-ruang kelas berjejer melingkar, menghadap ke taman dalam yang hijau dan tenang.
Suasana belajar di sini seolah membuat siapa pun lebih dekat dengan alam — sebuah pengalaman yang jarang ditemui di kampus modern.
Ramah Lingkungan dan Hemat Energi
Keunikan Gaia nggak hanya pada estetikanya. Hampir seluruh strukturnya menggunakan mass-engineered timber, teknologi kayu rekayasa yang terdiri atas lapisan kayu yang direkatkan kuat (glulam) dan disusun menjadi panel besar (cross-laminated timber).
Material ini dikenal lebih ringan dari beton, tapi tetap kuat, tahan api, dan mampu mengurangi emisi karbon hingga 50 persen dibanding bahan bangunan konvensional.
Kayu-kayu ini didatangkan dari sumber bersertifikat yang dikelola secara berkelanjutan. Menurut NTU, pendekatan ini adalah bagian dari visi universitas untuk mencapai emisi nol bersih (net-zero) dalam pembangunan fasilitas kampusnya.
Selain memukau secara visual, Gaia juga dirancang untuk menghasilkan energi sebanyak yang dikonsumsinya. Atapnya dilapisi panel surya fotovoltaik (PV) yang mampu memenuhi kebutuhan listrik harian gedung. Sistem pendinginnya menggunakan teknologi PDV, pendingin udara cerdas yang bekerja dengan sensor suhu dan aliran udara alami, sehingga menghemat energi sekaligus mengurangi emisi karbon.
Keindahan yang Mendunia
Hampir segala aspek dalam bangunan ini benar-benar diperhitungkan dengan saksama, termasuk arah bangunan yang diatur mengarah ke utara-selatan agar bisa memanfaatkan arah angin utama (prevailing winds) untuk menciptakan sirkulasi udara alami.
Semua itu menjadikan Gaia sebagai salah satu gedung bersertifikat Green Mark Platinum (Zero Energy) dari Otoritas Bangunan dan Konstruksi Singapura (BCA). Dengan semua itu, Gaia pun sukses menarik perhatian dunia.
Pada 2024, gedung ini meraih penghargaan Prix Versailles untuk kategori World’s Most Beautiful Campuses dari Unesco; sebuah pengakuan internasional bagi inovasi arsitektur yang ramah lingkungan. Bangunan ini juga menjadi inspirasi bagi kampus di Asia yang ingin bertransformasi menuju kampus hijau dan berkelanjutan.
Namun, bukan berarti perjalanan Gaia tanpa tantangan. Beberapa laporan media menyebut adanya masalah jamur akibat iklim tropis Singapura yang lembap. Meski begitu, para ahli menegaskan bahwa hal itu bukan karena material kayu, tapi kondisi cuaca ekstrem yang kemudian ditangani via sistem ventilasi tambahan.
Simbol Inovasi dan Harmoni
Lebih dari sekadar struktur bangunan, Gaia adalah simbol dari harmoni antara manusia, alam, dan teknologi. Warna cokelat kayu berpadu dengan cahaya matahari yang menyelinap dari atap kaca, menciptakan suasana hangat dan menenangkan. Ruang-ruangnya terbuka, seolah menghapus batas antara ruang belajar dan taman.
Gaia seakan mengingatkan bahwa kemajuan teknologi nggak harus menjauhkan manusia dari alam. Justru, keduanya bisa berpadu indah, sebagaimana pesan sang arsitek Toyo Ito.
“Hubungan antara manusia dan alam bukan sesuatu yang harus dipisahkan. Arsitektur seharusnya menjadi jembatan yang menyatukan keduanya,” tegasnya.
Kini, siapa pun yang berkunjung ke Singapura bisa menyaksikan keindahan Gaia langsung di kawasan Nanyang Avenue, Wee Cho Yaw Plaza, NTU. Sebuah kampus kayu yang bukan hanya tempat menimba ilmu, tapi juga ruang refleksi tentang masa depan arsitektur yang lebih hijau dan berjiwa manusia.
Hm, kalau ada waktu ke Singapura, jangan lupa untuk menyempatkan waktu mengunjungi kampus menawan ini ya, Gez! (Siti Khatijah/E10)
