Inibaru.id - Apabila kamu melintas di Jalan Pemuda menuju Kota Lama atau Pasar Johar Lama, coba deh tengok di sebelah kiri, tepatnya di seberang toko aksesori Satria. Kamu akan mendapati sebuah bangunan bergaya Eropa klasik.
Yap, siapa nyana bangunan tersebut dulunya adalah sebuah hotel mewah bernama Inna Dibya Puri. Sebelumnya, hotel yang dulu menyandang predikat sebagai yang termewah di Semarang ini dikenal dengan nama “Du Pavillion”. Eits, bangunan ini bukan sembarang hotel. Inna Dibya Puri menjadi saksi Pertempuran Lima Hari di Semarang, lo.
Bangunan yang didirikan pada 1847 awalnya merupakan villa berlantai dua. Kemudian dikembangkan menjadi hotel. Transformasi tempat ini nggak lepas dari pagelaran bertajuk “Koloniale Tentoonstelling”, sebuah pameran terbesar di Asia Tenggara yang pada 1914 digelar di Semarang, Millens. Karena itu, pada 1913 renovasi secara besar-besaran dilakukan demi menyambut para tamu.
Lantai dua hotel saat masih mangkrak. (Inibaru.id/ Audrian F)
Lampu-lampu modern yang terpasang di berbagai sisi seolah menegaskan kelas elit hotel ini. Jumlah kamar ditambah lengkap dengan fasilitas lain seperti kamar mandi. Paling nggak ada 50 kamar yang disewakan.
Nggak cuma itu. Pelayanan hotel pun kelas wahid. Bayangkan, untuk transportasi saja, hotel ini menyediakan 80 ekor kuda dengan 50 gerbong kereta kuda. Selain itu juga disediakan 12 mobil untuk disewakan kepada tamu kalau pengin bepergian.
Halaman belakang hotel. (Inibaru.id/ Audrian F)
Soal letak, jelas hotel ini sangat strategis karena berada di kawasan Kota Lama yang merupakan pusat kota kala itu, dekat dengan Stasiun Tawang dan Tanjung Mas sebagai "pintu" untuk pergi ke mana pun. Selain itu, keberadaan kantor pos yang nggak jauh dari Du Pavilion menjadi poin penting. Pada era itu, kantor pos merupakan sarana komunikasi yang paling banyak digunakan.
Merekam Peristiwa Bersejarah
Sejarah panjang hotel ini nggak lepas dari Peristiwa Pertempuran 5 Hari di Semarang. Menurut arsip Suara Merdeka edisi Jumat (6/2/1976) yang ditulis oleh Amen Budiman, kala itu para pemuda Semarang menjadikan tempat ini sebagai tempat perlindungan ketika terjadi gesekan dengan Jepang. Beberapa bagian hotel ikut rusak lantaran renteran senjata oleh pasukan Jepang.
O ya, lobi hotel ini pula menjadi tempat perundingan yang dihadiri tokoh penting seperti Gubernur Jawa Tengah Mr. Wongsonegoro dengan pihak-pihak terkait untuk mengakhiri Pertempuran 5 Hari tersebut.
Setelah Indonesia merdeka, hotel ini berganti-ganti nama pemilik. Kini, hotel Dibya Puri menjadi milik PT. Natour, BUMN yang khusus mengurus hotel nasionalisasi tinggalan Belanda.
Mingan (64), penjaga bekas gedung Hotel Dibya Puri yang juga kebetulan pernah bekerja sebagai pegawai hotel menuturkan kalau sejumlah tokoh besar memang pernah bermalam di hotel tersebut. “Banyak tokoh-tokoh besar. Ada juga yang dari luar negeri, cuma saya lupa siapa saja. Yang saya tahu, Pak Karno (Ir. Soekarno) dan Pak Harto (Soeharto), pernah menginap di sini,” tukas Mingan yang mengaku sudah sejak dari tahun 1976 bekerja di hotel tersebut, Selasa, (18/6).
Bangunan yang diteguhkan menjadi cagar budaya ini akhirnya mulai direnovasi pada Oktober 2019 setelah mangkrak 11 tahun lamanya. Wah, tungguin yuk mau dijadiin apa. (Audrian F/E05)