Inibaru.id - Masjid Kampus Diponegoro hari itu nggak seperti Ramadan tahun lalu. Dulu, ramai oleh aktivitas mahasiswa dalam menyemarakkan bulan suci. Menjelang Magrib, tempat tersebut makin sesak karena banyak orang antre untuk menanti pembagian takjil.
Sore itu, masjid sepi karena sudah ditutup sejak kampus memberlakukan WFH. Hanya ada segelintir orang yang beraktivitas di sana. Mereka merupakan panitia Ramadan. Mereka tampak menenteng satu plastik besar yang berisi nasi kotak.
Nasi kotak tersebut hendak dibagi-bagikan kepada mahasiswa di kos masing-masing. Doni Pratama Siregar, pemuda asli Padang tersebut adalah salah seorang panitianya. Berminggu-minggu "terjebak" di Tembalang, Doni mengisi hari-harinya dengan mendistribusikan makanan buka puasa.
“Sudah dari awal Ramadan. Sehari ada 200-an nasi,” kata Doni pada Kamis (30/4/2020).
Tahun ini pembagian takjil dan makanan berbuka di Masjid Kampus Undip memang berbeda. Nggak lagi dibagikan di masjid tapi langsung diantar ke kos. Tapi memang hanya mahasiswa yang lolos seleksi yang dapat menerima donasi ini. "Diseleksi lewat pendaftaran di Official Account Indah Persaudaraan Islam (Insani) Undip," kata Doni.
Lain Undip, lain juga Universitas Dian Nuswantoro (Udinus). Di sini mahasiswa yang pengin mendapat pembagian menu buka puasa atau takjil gratis harus datang ke kampus.
Tiap harinya, Udinus menyediakan seratus hingga dua ratus
nasi kotak untuk mahasiswa perantau. Mereka harus datang ke Gedung A lantai 1 Udinus dengan menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) dan KTP. Hm
“Soalnya takjil hanya untuk mahasiswa perantau,” ucap Nining Sekar, Kahumas Udinus saat dihubungi via Whatsapp pada Minggu (3/5), “Kami dibantu oleh teman-teman BEM Udinus,” lanjutnya.
Meskipun banyak orang, nyatanya mereka bisa tertib. Selama pembagian, sejumlah petugas mengukur suhu badan dan meminta cuci tangan.
Transformasi cara pembagian makanan berbuka juga terjadi di Masjid Pekojan. Kamu sudah tahu kan kalau di sana ada tradisi membuat Bubur India sebagai takjil?
Menurut sang juru masak Bubur India yaitu Ahmad Ali, pada awal-awal Ramadan, Bubur India masih produksi. SOP kesehatan pun juga dijalankan misalnya mencuci tangan, mengenakan masker, dan memberi jarak saat berbuka.
Namun, Ahmad Ali mengaku kalau pihaknya nggak selalu bisa mengontrol masyarakat. Terlebih kondisi masyarakat yang serba susah menyebabkan mereka berdatangan. Akhirnya masjid jadi ramai.
“Berkah bagi kami sebetulnya. Tapi kemudian kelurahan meminta untuk memberhentikan produksi Bubur India,” ungkap Ahmad pada Sabtu (2/5).
Hal ini sungguh disayangkan mengingat sumbangan beras dan rempah-rempah sudah melimpah. Namun apa daya, Ahmad Ali harus ikut berkompromi. Takjil bubur India sudah ditiadakan dari Kamis (30/4).
Pandemi memang mengubah banyak hal ya, Millens. Kalau di tempatmu bagi-bagi takjilnya dengan cara seperti apa? (Audrian F/E05)