inibaru indonesia logo
Beranda
Tradisinesia
Tradisi Ramadan Unik di Temanggung; Selikuran Gunung Sumbing
Sabtu, 30 Mar 2024 14:09
Penulis:
Bagikan:
Tradisi Selikuran Gunung Sumbing pada malam ke-21 Ramadan. (Mojok/Eko Susanto)

Tradisi Selikuran Gunung Sumbing pada malam ke-21 Ramadan. (Mojok/Eko Susanto)

Pada malam ke-21 Ramadan, warga lereng Gunung Sumbing dan daerah lain mendaki gunung untuk mencapai Petilasan Ki Ageng Makukuhan. Seperti apa sih keunikan dari tradisi ini?

Inibaru.id – Gunung Sumbing adalah gunung tertinggi ketiga di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.371 meter di atas permukaan laut (mdpl). Gunung ini kerap kali dianggap sebagai bagian dari gunung kembar bersama dengan Gunung Sindoro. Maklum, lokasi ini dari kedua gunung ini berdekatan. Selain itu, di antara kedua gunung tersebut terdapat jalur utama Semarang – Cilacap yang membelah Jawa Tengah.

Selain punya pemandangan indah, Gunung Sumbing juga memiliki banyak hal lain yang menarik. Salah satunya adalah adanya tradisi unik yang digelar di sana pada bulan Ramadan, yaitu Selikuran Gunung Sumbing. Seperti apa sih tradisi ini?

Dalam Bahasa Jawa, “selikuran” berasal dari kata “selikur” yang merupakan sebutan untuk angka 21. Artinya, tradisi selikuran bermakna tradisi yang digelar pada malam ke-21 bulan Ramadan, Millens.

Yang rutin menggelar tradisi ini adalah masyarakat Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. Selain itu, ada juga warga dari luar daerah seperti Semarang, Yogyakarta, Solo, Magelang, hingga dari Jawa Timur yang ikut serta. Bahkan, pernah ada seorang pendaki dari Spanyol yang ikut dalam tradisi ini pada 2018 lalu.

"Rekor peserta itu pada 2016, yang ikut sampai 2.400 pendaki," ungkap salah seorang warga setempat yang rutin mengikuti tradisi ini, Heru, sebagaimana dilansir dari Mojok, (24/4/2022).

Jalur pendakian dihiasi obor untuk menerangi jalan yang dilalui peserta Selikuran Gunung Sumbing. (Mojok/Eko Susanto)
Jalur pendakian dihiasi obor untuk menerangi jalan yang dilalui peserta Selikuran Gunung Sumbing. (Mojok/Eko Susanto)

Pada malam tersebut, mereka mendaki Gunung Sumbing untuk mencapai Petilasan Ki Ageng Makukuhan yang ada di puncak gunung tersebut. Mengapa harus pada malam ke-21? Karena warga lereng Sumbing percaya bahwa pada malam itulah, Ki Ageng Makukuhan bermunajat kepada Yang Maha Kuasa agar mampu menyebarkan agama Islam di kawasan Temanggung dan sekitarnya dengan baik.

Karena petilasannya yang ada di puncak gunung, otomatis peserta tradisi ini berada di lokasi yang sepi dan jauh dari keramaian. Tapi, di tempat itu para peserta justru mendapatkan kedamaian untuk melakukan ziarah, refleksi diri, serta memanjatkan doa ke Allah SWT.

Yang menarik dari tradisi ini adalah, para pendaki bakal “ditemani” dengan 1.000 obor yang dipasang di sepanjang jalur pendakian Pagergunung. Obor ini dinyalakan dari malam sampai pagi, Millens.

Keberadaan obor-obor ini menjadi simbol dari kisah perjalanan Nabi Muhammad SAW yang turun dari Jabal Nur. Kala itu, jalannya juga gelap gulita sehingga para sahabat yang menemani Rasulullah menyalakan obor untuk menerangi jalan.

Wah, unik banget ya tradisi Selikuran Gunung Sumbing ini, Millens. Tertarik untuk ikutan? Kalau iya, pastikan fisik harus siap ya soalnya kamu bakal benar-benar mendaki gunung ini sampai puncak! (Arie Widodo/E05)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved