BerandaTradisinesia
Rabu, 9 Jul 2025 17:01

Tenun Lurik Klaten, Warisan Garis-Garis yang Nggak Pernah Pudar

Tenun Lurik Klaten, Warisan Garis-Garis yang Nggak Pernah Pudar

Lurik pada kain menyimbolkan kesederhanaan. (dok. Siti Asiyah via Kumparan)

Di balik garis-garis sederhana kain lurik, tersembunyi cerita panjang tentang tradisi, ketekunan, dan inovasi. Klaten, sebagai pusat tenun lurik di Jawa Tengah, terus menjaga denyut warisan ini agar tetap hidup dan relevan di era modern.

Inibaru.id - Di tengah derasnya modernisasi, Klaten masih menggenggam erat satu pusaka budaya: kain lurik. Dari kata "lorek" yang berarti garis, kain ini mewakili kesederhanaan, keteguhan, dan filosofi hidup masyarakat Jawa. Nggak sekadar motif, tiap lajur kain menyimpan makna dari perlambang kekuatan, kesucian, hingga keteraturan hidup.

Lurik sudah ada sejak masa Majapahit, bahkan jejaknya tergambar di relief Candi Borobudur. Keberadaannya nggak hanya sebagai pakaian, tetapi juga menjadi bagian penting dalam upacara adat seperti mitoni dan labuhan.

Kalau ditanya apa yang membuat lurik istimewa, jawabannya bukan hanya karena proses tenunnya yang rumit atau karena warnanya yang khas. Lebih dari itu, kekuatan lurik terletak pada coraknya. Meski tampak sederhana, setiap garis punya arti, setiap motif punya cerita, lo.

Secara umum, lurik Klaten memiliki tiga corak dasar. Pertama, lajuran, dengan garis-garis yang membujur vertikal. Corak ini kerap dimaknai sebagai simbol keteguhan dan prinsip hidup yang lurus. Kedua, pakan malang, yang garis-garisnya melintang baik vertikal maupun horizontal mewakili keharmonisan dan keseimbangan hidup. Terakhir, ada cacahan, hasil persilangan dua corak sebelumnya, menghadirkan pola kotak-kotak yang mencerminkan keteraturan dan keterikatan.

Namun di Klaten, khususnya wilayah Pedan, corak dasar itu bukan sekadar diwarisi, tapi juga dikembangkan menjadi lebih beragam dan khas. Para perajin menghadirkan motif-motif yang nggak hanya menarik secara visual, tapi juga sarat filosofi. Sebut saja Tumenggungan yang terinspirasi dari pakaian bangsawan, Bribil yang menggambarkan semangat rakyat jelata, hingga Tumbar Pecah, Liwatan, Lasem, dan Telu-Pat. Masing-masing dengan cerita yang berbeda dan makna yang dalam.

Inilah bukti bahwa lurik bukan hanya kain, tapi juga warisan visual tentang cara pandang masyarakat Jawa terhadap kehidupan.

Klaten, Rumah Lurik Tradisional

Kerajinan tenun lurik di Dusun Jalinan, Desa Kedungan, Kecamatan Pedan, Klaten. (Tribun Jogja) 
Kerajinan tenun lurik di Dusun Jalinan, Desa Kedungan, Kecamatan Pedan, Klaten. (Tribun Jogja)

Julukan “Ibukota Tenun Lurik” bukan sekadar sebutan. Klaten menjadi pusat hidupnya perajin tenun di wilayah Pedan, Cawas, hingga Bayat. Desa Tlingsing di Kecamatan Cawas, misalnya, menyuguhkan pemandangan khas: rumah-rumah yang berdendang dag-dog bunyi ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) dari pagi hingga petang. Hampir setiap rumah di desa ini menjadi saksi kesabaran dan keterampilan para perempuan penenun.

Nggak jauh berbeda, Sentra Tenun Prasojo di Pedan menjadi contoh bagaimana tradisi bisa berdampingan dengan inovasi. Dengan menggabungkan teknologi dan sentuhan kreatif, lurik tampil lebih modern tanpa kehilangan jiwanya.

Kini, lurik menjelma jadi simbol gaya hidup. Banyak desainer Indonesia menghadirkan lurik dalam bentuk outer, rok, hingga tas tangan. Lurik pun menembus panggung fashion show internasional, menandai eksistensinya sebagai bahan yang mampu bersaing secara global.

Lebih dari itu, lurik juga merambah produk gaya hidup sehari-hari seperti sarung bantal, taplak meja, sepatu, hingga dompet. Semua menandakan bahwa lurik nggak lagi diam di masa lalu, melainkan hadir menyapa masa kini.

Menghidupkan Tradisi Lewat Inovasi

Tantangan lurik hari ini bukan lagi soal produksi, melainkan regenerasi. Anak-anak muda cenderung memilih jalur lain yang dianggap lebih menjanjikan. Namun harapan belum hilang. Dukungan pemerintah daerah, pelatihan desain, dan pemasaran digital mulai membuka jalan baru bagi kelangsungan tenun Klaten.

Dengan menggabungkan filosofi tradisional dan selera modern, lurik berpotensi jadi primadona dalam arus industri fesyen berkelanjutan. Warisan budaya ini bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk terus dihidupkan garis demi garis, benang demi benang.

Nah, agar lurik Klaten terus berkibar, nggak cukup hanya dengan nostalgia. Perlu langkah nyata: membeli produk asli, mengunjungi desa-desa tenun, atau sekadar membagikan kisah inspiratif mereka. Karena menjaga tradisi bukan hanya tugas masa lalu, tapi tanggung jawab kita hari ini. Betul nggak, Millens? (Siti Zumrokhatun/E05)

Tags:

Inibaru Indonesia Logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Sosial Media
A Group Member of:
medcom.idmetro tv newsmedia indonesialampost

Copyright © 2025 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved