Inibaru.id – Nggak terasa Ramadan tinggal menghitung hari. Tapi saya nggak menjumpai tradisi Dhandhangan di sepanjang jalan Menara Kudus. Biasanya, akan ada pasar rakyat, wahana permainan, dan kirab budaya. Saya menduga Dhandhangan harus absen untuk mencegah penyebaran virus corona.
Hm, kira-kira orang-orang Kudus merasa kehilangan nggak ya? Penasaran, saya mencoba mencari tahu lebih lanjut mengenai Dhandhangan. Tempat pertama yang saya tuju adalah Masjid Menara Kudus. Setahu saya pihak masjid yang mengurus tradisi Sunan Kudus ini. Menurut pengurus Masjid Menara Kudus, pihaknya sudah nggak lagi terlibat dalam kepanitiaan langsung, dan menyarankan saya untuk datang langsung ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus.
Sampai di Pemkab, petugas mengarahkan saya untuk datang ke Dinas Perdagangan. Setibanya di sana, saya dapat respon yang kurang baik.
Baca Juga:
Transformasi Dugderan, Dug Tanpa Der!Akhirnya, saya memutuskan untuk melihat langsung bagaimana respon masyarakat tentang Dhandhangan yang absen.
Pada Selasa (14/4), saya sempat berbincang dengan salah seorang penjual martabak di depan Menara Kudus. Saat Dhandangan tiba dia nggak lagi berjualan martabak, tapi berganti jualan intip ketan, makanan khas Dhandhangan.
Penjual martabak bernama Muzaenah menceritakan sedikit keluh kesahnya. Dia mengaku jika ada penurunan omzet akibat ditiadakannya Dhandhangan.
“Biasanya sebelum puasa kan, 10 hari sebelum masuk bulan puasa, biasanya sudah ramai,” ungkapnya.
Meski begitu, penjual asal Desa Damaran, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus ini mengungkapkan jika dia merasa setuju dengan keputusan pemerintah untuk meniadakan Dhandhangan. Menurutnya, demi kesehatan dan keamanan mending ditiadakan.
“Setuju, ndak ada yo ndak papa, biar cepat selesai lo, biar penyebarannya nggak semakin banyak gitu. Kalo soal kerugian kan kita cari-cari masih bisa,“ kata Muzaenah.
Tradisi Dhandhangan memang
terkenal dengan pasar
rakyatnya, Millens. Banyak masyarakat yang mengais rezeki sebelum puasa di
sana. Pedagang bukan cuma orang-orang Kudus. Mereka datang dari berbagai daerah.
Fauziah, pemilik toko buku dan perlengkapan haji di kawasan Menara Kudus juga merasakan hal yang sama. Jika biasanya tokonya ramai saat Dhandhangan, hal itu nggak lagi dirasakan olehnya. Dia bercerita jika ditiadakannya Dhandhangan membuat pendapatan tambahannya ikut menurun.
“Kalau pas Dhandhangan
biasanya nyewain tempat dan listrik untuk pedagang buah, parkir motor. Sekarang
ya kosong pendapatan tambahannya,” ujar Fauziah. Meski begitu, dia setuju jika Dhandhangan ditiadakan sementara untuk mencegah penyebaran virus.
Lalu, gimana generasi muda menanggapi keputusan ditiadakannya Dhandhangan?
Lina, sebagai pengunjung setia Dhandhangan mengaku mendukung kebijakan ini. Menurutnya, langkah ini memang perlu diambil untuk meminimalisasi penyebaran virus corona.
“Apalagi sekarang Kudus makin bertambah jumlah ODP-nya. Jadi kooperatif aja sama keputusan ditiadakan Dhandhangan, dengan nggak usah berpergian yang nggak penting dan stay di rumah saja,” ungkap Lina.
Dia juga berpesan pada generasi muda yang sudah sedikit banyak memahami tentang Covid-19. Nggak perlu takut berlebihan, yang penting sudah berusaha menjaga kebersihan diri, memakai masker, dan melakukan anjuran pemerintah.
“Yakin saja ini untuk kebaikan bersama. Untuk sementara ini tetep mengurangi nongkrong nggak penting juga, karena untuk memutus mata rantai corona. Mengerikan pokoknya!” pesan Lina pada generasi muda.
Betul juga ya? Semoga tahun depan bisa menikmati tradisi ini kembali ya, Millens? (Rafida Azzundhani/E05)