Inibaru.id - Penuh semangat, para pendayung memacu jalur, perahu panjang khas Riau yang bisa diisi hingga puluhan orang, menyusuri tepian Sungai Batang Kuantan. Di ujung jalur, seorang anak tampak berdiri agak menekuk lutut, sementara tangannya menari seirama ritme dayung.
Mengenakan busana Melayu lengkap dengan kacamata hitam, dia tampak tenang mengikuti entakan perahu. Aksi itu nggak hanya memukau penonton lokal, tapi belakangan menjadi tontonan global setelah viral di dunia digital; mengubah wajah Pacu Jalur dari festival tradisional menjadi budaya populer di pelbagai kanal.
Popularitas Pacu Jalur nggak lepas dari video pendek yang mempertontonkan aksi memukau "Anak Coki" yang menari di ujung jalur tersebut. Bak dirijen dalam sebuah orkestra, dia mengayunkan tangannya, bejoget dengan beragam gaya; yang menariknya, kemudian ditiru oleh sejumlah selebritas dunia.
Dari situ, Anak Coki menjadi tren di berbagai tempat, termasuk inspirasi selebrasi sejumlah pemain football profesional di AS dan pesepak bola asal klub kenamaan Prancis PSG.
Gerakan yang 'Memanen Aura'
Warganet, khususnya gen alpha, menyebut tarian anak di atas perahu itu sebagai gerakan yang "aura farming" alias memanen aura, istilah mereka untuk hal-hal yang memancarkan karisma kuat. Mereka menyebut, Anak Coki menjadi upaya memanen aura melalui bahasa tubuh yang penuh keberanian.
Di TikTok, klip tersebut mungkin telah mencapai miliaran tayangan saat ini. Penontonnya nggak hanya dari Indonesia, tapi secara global. Pacu Jalur pun kini bukan sekedar tradisi yang dikenal secara lokal, tapi menjadi ekspresi budaya yang melejit secara global melalui kekuatan "magis" generasi muda.
Sebagian besar orang, khususnya yang bermain media sosial, kini mengenal Pacu Jalur. Padahal, tradisi ini telah menjadi bagian dari masyarakat setempat sejak lama. Sedikit informasi, jalur telah menjadi sarana transportasi di Sungai Batang Kuantan sejak sangat lama, diperkirakan sejak abad ke-17.
Sebelum menjadi bagian dari ajang balap perahu, perahu panjang ini merupakan moda air yang digunakan untuk mobilitas masyarakat di sekitar sungai, sekaligus sarana pengangkut hasil bumi dari hulu sungai ke hilir yang berada di Cerenti, yang kini menjadi pusat Festival Pacu Jalur yang digelar tutin saban tahun.
Bagian dari Perayaan Kemerdekaan RI
Dikutip dari Sabangmerauke News, jalur yang biasanya bertahtakan ukiran naga atau harimau ini semula hanya dimiliki para penguasa dan bangsawan setempat. Namun, seiring waktu, perahu ini menjadi sarana untuk kompetisi adu cepat mengayuh dayung, yang kini dikenal sebagai Pacu Jalur.
Pada masa kolonialisme, masyarakat Belanda di Indonesia mempolitisasi tradisi ini sebagai bagian dari perayaan kelahiran Ratu Belanda Wilhelmina. Setelah Indonesia merdeka, Pacu Jalur berubah menjadi tradisi untuk menyambut perayaan Hari Kemerdekaan RI.
Kini Pacu Jalur diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda. Pada 2022 lalu, Google Doodle RI bahkan pernah menampilkan ikon perahu panjang tersebut.
Dari Anak Coki, ia berubah menjadi "boat kid" secara internasional setelah trending di Tiktok, bahkan kini menjadi bagian dari dancing meme global. Meski terkesan receh, kemunculan tren ini telah berhasal menaikkan popularitas Pacu Jalur, yang tetap saja akan menjadi pintu masuk yang menarik untuk memperkenalkan tradisi kita ke ranah global.
Perlu dipahami bahwa Pacu Jalur yang dibawa dan diviralkan oleh anak muda, menunjukkan bahwa tradisi dan budaya bukanlah produk usang yang nggak menarik secara global. Dengan caranya, ia akan tetap berhasil menyampaikan cerita, asalkan "pendongeng"-nya terus ada. (Siti Khatijah/E10)