Inibaru.id – Kamu pasti sering banget melihat orang yang memelesetkan nama Boyolali dengan crocodile forget alias buaya yang lupa. Memang, jika dilihat sekilas, nama Boyolali bisa diartikan seperti itu. Tapi, jika kita menilik sejarah dari kabupaten yang sudah berusia 176 tahun ini, ternyata nggak ada kaitannya sama sekali dengan buaya, lo.
Kalau nggak terkait dengan buaya, lantas dari mana asal mula Boyolali? Kalau soal ini, kita bisa menilik sebuah cerita legenda yang terjadi ratusan tahun yang lalu, jauh lebih lama dibandingkan dengan hari jadi Boyolali yang menurut situs Dprd.boyolali ditetapkan pada 5 Juni 1847.
Pada abad ke-16, Kyai Ageng Pandanarang atau juga yang dikenal dengan nama lain Tumenggung Notoprojo diutus Sunan Kalijaga untuk menyebarkan agama Islam di Gunung Jabalakat, Tembayat, Klaten.
Nama Kyai Ageng Pandan Arang cukup populer di kawasan Pantura karena menjabat sebagai Bupati Semarang pertama. Selain itu, dia adalah putra dari Pangeran Suryo Panembahan Sabrang Lor atau Pati Unus, raja kedua dari Kesultanan Demak. Dia nggak tertarik dengan tahta kerajaan dan lebih suka untuk memperdalam spiritualitas. Oleh karena itulah, alih-alih mewarisi tahta ayahnya, dia malah diutus Sunan Kalijaga untuk menjalankan syiar Islam.
Nah, saat melakukan perjalanan ke Gunung Jabalakat bersama dengan istri dan anaknya, Ki Ageng menemui begitu banyak dan rintangan. Bahkan, Ki Ageng Pandanarang sempat tanpa sengaja meninggalkan anak dan istrinya jauh di belakang gara-gara hal ini. Nah, saat menyadari bahwa anak dan istrinya tertinggal, Ki Ageng pun memutuskan untuk berhenti di hutan bambu kuning atau bambu ampel.
Saat sedang duduk di sebuah batu besar, Ki Ageng pun kembali melihat anak dan istrinya. Nyi Ageng yang resah karena ditinggal jauh oleh suaminya pun mengeluh.
“Kyai, baya wis lali, teka ninggal bae,” ucap istrinya yang jika diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah “Kiai ini lupa ya sampai meninggalkan kita."
Dari kata “baya wis lali” inilah, nama Boyolali kemudian disematkan pada tempat di mana Ki Ageng menunggu anak dan istrinya, Millens.
Terkait dengan batu besar di mana Ki Ageng beristirahat, ada dua versi yang dipercaya masyarakat. Yang pertama adalah batu di depan Pasar Sunggingan yang berbentuk mirip dengan dakon, mainan anak-anak zaman dahulu. Warga setempat pun menyebut batu tersebut dengan Mbah Dakon.
Versi keduanya adalah batu yang ada di Kali Pepe. Sayangnya, hingga sekarang, belum ada penelitian yang dilakukan untuk memastikan mana batu yang dulu benar-benar diduduki oleh Ki Ageng Pandanarang.
Yang penting, berkat adanya cerita legenda ini, kita jadi tahu dari mana asal mula nama Boyolali. Ingat, ya, Millens, nggak ada kaitannya sama sekali dengan buaya. (Arie Widodo/E05)