Inibaru.id – Kota Semarang dianggap sebagai salah satu kota yang istimewa saat Nusantara masih ada di bawah kekuasaan Belanda. Di sana, jaringan transportasi umum seperti kereta api dan pelabuhan dibangun dengan baik. Bahkan, pada 1914, digelar acara Koloniale Tentoonstelling yang berarti Pameran Kolonial berskala internasional.
Pameran ini digelar sebagai cara untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari cengkeraman Perancis. Pada pameran tersebut, banyak perusahaan yang memamerkan hasil perkebunannya seperti kopi, teh, kakao, dan lain-lain. Intinya sih, dengan adanya pameran tersebut, perwakilan-perwakilan dari negara lain diharapkan mau berinvestasi atau menjalin perdagangan dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Saking hebohnya, menurut keterangan berita yang diunggah koran Bataviaasch Niewsblaad pada 22 Agustus 2014, gelaran ini sudah dibahas sejak 1912. Apalagi, kota yang dipilih jadi tuan rumah bukanlah Batavia, melainkan Semarang. Menurut pemimpin gelaran pameran P.K.W Kern, Semarang dipilih karena sudah lengkap jaringan transportasi umumnya.
Ada dua stasiun kereta api di sana, yaitu Semarang Tawang yang dikelola oleh NIS (Nederlandsch Indische Spoorweg maatschappij (NIS) yang mulai dipakai pada 1 Juni 1914 dan Stasiun Semarang West (kini disebut sebagai Stasiun Poncol) yang dikelola oleh Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) dan diresmikan pada 6 Agustus 1914.
Kedua stasiun ini menggantikan Stasiun Samarang NIS dan Stasiun Pendrikan yang dianggap terlalu kecil untuk menampung pengunjung pameran. Dari stasiun itu, orang-orang dari Jakarta atau Surabaya bisa dengan mudah naik kereta api untuk mencapai Semarang.
Lebih dari itu, adanya Pelabuhan Semarang juga memungkinkan banyak orang dari berbagai belahan dunia datang ke Kota Semarang dengan mudah. Intinya, Semarang memang sudah disiapkan dengan baik untuk menggelar pameran ini.
Transportasi umum dalam kota juga diperbaiki. Jaringan trem sepanjang 1,75 kilometer dibangun di jalan baru dari Bodjong Weg (kini dikenal sebagai jalan Pemuda) yang menembus ke Pieter Sythofflaan (kini lebih dikenal sebagai Jalan Pandanaran). Jalur trem ini dikelola oleh Semarang – Joana Stroomtram Maatschappij (SJS). Jalan baru ini kini dikenal sebagai Jalan Thamrin dan diresmikan pada 5 Mei 1914.
Alasan mengapa sampai dibangun jalur trem baru ke Jalan Pandanaran adalah lokasi Koloniale Tentonstelling yang digelar di Kawasan Mugassari. Lahan seluas 26 hektare yang dipakai untuk pameran tersebut dimiliki oleh Oei Tiong Ham, taipan dari Kota Atlas.
Pada acara yang digelar dari 20 Agustus sampai 22 November 1914, lebih dari 677 ribu orang datang. Acara ini menghabiskan dana lebih dari 114 juta Gulden atau sekitar Rp24 triliun jika dikonversikan dengan uang pada masa sekarang.
Gelaran ini cukup membekas bagi warga Kota Semarang kala itu. Sebelum kini menjadi GOR Tri Lomba Juang, lapangan yang ada di kawasan Mugassari lebih dikenal sebagai Lapangan Sentiling. Sudah tahu kan dari mana nama Sentiling berasal? Yap, cara orang Semarang menyebut lokasi pameran Koloniale Tentonstelling, Millens, (Arie Widodo/E05)