Inibaru.id – Salah satu tokoh legendaris dari Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah yang namanya masih harum hingga sekarang adalah Mbah Sambu. Menariknya, dia dikenal sebagai tokoh dengan dua peran yang jauh berbeda: penyebar agama Islam dan penumpas perompak.
Kisah tentang Mbah Sambu diungkap oleh ahli sejarah Lasem Abdullah Hamid. Menurutnya, Mbah Sambu datang dari wilayah tetangga, yaitu Tuban untuk jadi walinegara alias guru agama Islam.
“Dia dipanggil dari Tuban oleh Adipati Tedjokusuma alias Mbah Srimpet untuk dijadikan menantu sekaligus diangkat sebagai Walinegara Kadipaten Lasem,” terang Hamid sebagaimana dikutip dari Okezone, Sabtu (19/8/2023).
Terkait dengan asal-usul keluarganya, ahli sejarah Rembang Ernantoro menyebut Mbah Sambu adalah anak dari Pangeran Benowo, keturunan dari Sultan Hadiwijaya yang dikenal sebagai Joko Tingkir, Raja dari Kerajaan Pajang. Saat kerajaan tersebut sedang dalam kekacauan, Mbah Sambu memilih untuk menyingkir dan memperdalam ilmu agama di Ampel.
“Tahu kalau Mbah Sambu sudah punya ilmu agama yang mumpuni, Mbah Srimpet yang saat itu membutuhkan pengajar agama Islam pun akhirnya memanggilnya untuk datang ke Lasem. Dia pun menjadi ulama besar di sana pada 1558 M,” ungkap Ernantoro sebagaimana dilansir dari Detik, Sabtu (2/4/2022).
O ya, sebutan Mbah Sambu berasal dari sulitnya orang Lasem menghafal nama aslinya yang cukup panjang, yaitu Syech Maulana Sam Bwa Asmarakandhi. Dari nama Sam Bawa itulah, dia kemudian populer dengan sebutan Mbah Sambu.
Nggak hanya mengajarkan agama Islam dan mencetak banyak ulama hebat, Mbah Sambu juga dikenang karena kemampuannya dalam meredam aksi perompak yang dulu meresahkan banyak nelayan, pedagang, dan masyarakat di Laut Jawa di utara Lasem.
Lasem pada zaman dahulu tidak sama dengan sekarang yang hanyalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang. Dulu, Lasem adalah sebuah kadipaten yang cukup besar dengan wilayah meliputi Sedayu Gresik, Tuban, Rembang, Pati, bahkan Jepara.
Berkat kecerdasannya dalam menerapkan strategi melawan para perompak, pada akhirnya lautan yang ada di wilayah Lasem jadi lebih tenang. Berkat jasanya ini, dia pun diberi tanah perdikan alias tanah bebas pajak. Kini, tanah perdikan tersebut dijadikan lokasi Masjid Jami Lasem, Millens.
Mbah Sambu tutup usia pada 1671 M. Demi mengenang jasa-jasanya, setiap tahun ada acara Haul Mbah Sambu yang biasanya digelar pada 14, 15, dan 16 Dzulhijjah. Pada acara tersebut, kamu bisa melihat acara meriah seperti karnaval seperti lomba hadroh.
Makam Mbah Sambu yang ada di Masjid Jami, Mahbong, Karangturi, juga selalu ramai oleh peziarah khususnya jelang bulan Ramadan. Hal ini menunjukkan betapa jasa-jasanya sangat dihargai oleh banyak orang hingga sekarang.
Hm, jadi penasaran ya seperti apa kemeriahan Haul Mbah Sambu. Nggak ada salahnya nih bikin rencana untuk hadir di acaranya, ya, Millens? (Arie Widodo/E10)