Inibaru.id – Masjid Istiqlal Jakarta nggak hanya populer di kalangan masyarakat Indonesia. beberapa tokoh dunia seperti Presiden Libya Muammar Khadafi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, serta dua Presiden AS, yakni Barack Obama dan Bill Clinton, juga pernah singgah ke masjid ini.
Berlokasi berdekatan dengan Gereja Katedral membuat Masjid Istiqlal dianggap sebagai simbol toleransi beragama di Indonesia. Selain itu, masjid yang berdiri di atas bekas Taman Wilhelmina itu juga menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara karena kapasitasnya yang mencapai 200 ribu jemaah.
Namun, di balik ketenaran dan kemegahannya, pembangnan masjid yang diinisiasi Presiden Pertama RI Sukarno ini rupanya harus melewati jalan panjang yang dihiasi kontroversi. Hal ini sebagaimana diungkapkan Wakil Kepala Bidang Peribadatan Masjid Istiqlal Abu Hurairah.
Jumlah umat Islam yang sangat banyak dan tempat ibadahnya yang masih sedikit saat itu menjadi pertimbangan Bung Karno untuk mendirikan rumah ibadah tersebut. Sekira pada 1955, Masjid Istiqlal dibangun untuk merepresantasikan jumlah umat Islam di Indonesia.
Menurut Abu, ada tiga lokasi yang menjadi target pembangunan Istiqlal. Namun, kala itu Sukarno kukuh menginginkan masjid tersebut dibangun di Taman Wilhelmina yang sebelumnya berdiri benteng pertahanan Belanda di Indonesia kala melawan Inggris.
Akhirnya, taman yang dibangun pada abad ke-19 tersebut pun beralih fungsi, disulap menjadi lokasi berdirinya Masjid Istiqlal.
"Taman Wilhelmina merupakan simbol penjajahan bangsa Belanda. Bung Karno menginginkan di atas simbol penjajahan dibangun simbol kemerdekaan berupa Istiqlal," ungkap Abu.
Didesain Seorang Protestan
Bukan tanpa alasan Sukarno memilih Taman Wilhelmina sebagai tempat berdirinya Istiqlal. Dia seolah pengin menunjukkan bahwa Indonesia benar-benar berdaulat atas tanahnya sendiri dan dapat menentukan akan membangun apa di atas tanah "bebas" itu.
Selain simbol kedaulatan, masjid bergaya internasional itu juga menjadi simbol toleransi antarumat beragama di Indonesia. Seperti kita ketahui, Masjid Istiqlal berdiri berdekatan dengan Gereja Katedral, yang salah satunya bertujuan agar terbangun sikap toleransai antaragama di negeri ini.
Dalam pembangunannya, sayembara desain Masjid Istiqlal pun digelar. Beberapa tokoh dan ulama menjadi juri dalam sayembara desain tersebut.
"Ketuanya Sukarno, anggotanya Buya Hamka, ulama-ulama, dan insinyur yang spesialis dalam bidang pembangunan seperti Juanda. Mereka itu yang menjadi tim juri dalam merancang Masjid Istiqlal," kata Abu.
Akhirnya sayembara desain Masjid Istiqlal dimenangkan oleh Frederich Silaban yang mengajukan konsep bertema ketuhanan. Namun, desain Frederich mengundang kontroversi lantaran dia adalah seorang Protestan dan anak pendeta.
Namun, para tokoh dan ulama yakin bahwa hal tersebut bukan suatu masalah sehingga kontroversi nggak berlangsung lama. Frederich memang membuat desain dengan mempertimbangkan kebutuihan umat Islam dalam beribadah serta nilai nasionalisme yang nggak boleh tertinggal.
Minim Dana
Selain soal arsitek, masalah pendanaan pembangunan Masjid Istiqlal juga menjadi kontroversi. Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia tentu nggak punya banyak dana untuk membangun masjid besar nan mewah.
“Kalau saya bilang, keputusan pembangunannya nekat," ungkap Abu.
Pembangunan masjid tetap dilanjutkan dengan modal kenekatan itu. Beruntung, masyarakat Indoensia cukup memiliki sifat gotong-royong. Jadi, meski masjid ini milik negara, 90 persen dana pembangunan Masjid Istiqlal berasal dari masyarakat yang berasal dari pelbagai suku dan agama. Gokil!
Menurut Abu, ada saudagar Tionghoa asal Riau yang memberikan dana sebesar Rp 200 juta pada saat itu. Selain itu, para pekerja pembanguan masjid ini juga berasal dari berbagai latar belakang. Berkat segala upaya ini, Istiqlal pun terselesaikan pada 1978.
Masjid megah tersebut menelan biaya sekitar Rp 7 miliar. Nggak hanya umat muslim, Istiqlal yang dibangun semua suku dan agama tentu saja menjadi kebanggaan semua orang di negeri ini! (CNN/IB27/E03)