Inibaru.id – Masyarakat Nusantara sepertinya memang sudah mengenal toleransi antar-umat beragama sejak berabad-abad yang lalu. Buktinya, ada sejumlah candi dengan corak agama yang berbeda bisa ditemui di wilayah yang berdekatan. Salah satunya adalah Candi Sari, candi Buddha yang lokasinya nggak jauh dari Candi Prambanan yang bercorak Hindu.
Selain Prambanan, candi yang bisa kamu temui di Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta ini juga nggak jauh dari dua candi lainnya, yaitu Sambisari dan Kalasan. Candi Sari juga kerap dianggap sebagai Borobudur mini meski bentuknya bisa dikatakan sangat berbeda. Pasalnya, pada candi tersebut terdapat 9 buah stupa yang juga bisa kamu temui di Candi Borobudur. Stupa-stupa tersebut bisa kamu temui dalam susunan 3 deret sejajar.
Candi Sari juga dihiasi dengan relief yang indah. Tapi, para peneliti menyebut reliefnya cenderung mirip dengan yang ada di Candi Plaosan. O ya, candi ini dianggap spesial karena dulu disebut-sebut dipakai sebagai tempat meditasi para biksu. Bahkan, ada yang menyebut Candi Sari dulu memiliki fungsi seperti vihara.
Diperkirakan, candi ini dibangun pada masa Mataram Kuno, tepatnya pada abad ke-8. Hal ini diungkap dalam Prasasti Kalasan yang memiliki keterangan dibuat pada 700 tahun Saka atau 778 Masehi. Pada prasasti tersebut, terungkap bahwa Candi Sari dan Candi Kalasan dibangun pada masa yang sama saat Mataram Kuno dipimpin oleh Rakai Panangkaran.
“Kedua candi memang mirip, dalam hal arsitektur maupun relief. Keduanya juga diungkap di Prasasti Kalasan,” cerita Kanit Pemeliharaan BPCB DIY Andi Riyana Kanit sebagaimana dilansir dari Tribunjogja, (4/5/2020).
Diterangkan pula bahwa pembangunan kedua candi tersebut berasal dari saran para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra. Jadi, Candi Sari dibuat sebagai tempat para biksu belajar, sementara Candi Kalasan yang juga bercorak Buddha dibangun sebagai tempat pemujaan Dewi Tara, ibu dari Balaputradewa, salah seorang pemimpin Sriwijaya.
Saat kali pertama ditemukan pada awal abad ke-20, Candi Sari hancur berantakan. Tapi, pemugaran candi baru dilakukan Oudheidkundige Dienst (Jawatan Purbakala Hindia Belanda) pada 1929 – 1930 dan diawasi oleh A. J. Bernet Kempers, arkeolog asal Belanda. Sayangnya, karena banyak sekali bagian candi yang hilang, pemugaran tersebut nggak berhasil mengembalikan bentuk candi.
Pada akhirnya, banyak bagian pada candi dengan tinggi 17 meter dan luas 17,3 x 10 meter tersebut yang akhirnya dibangun kembali dengan batu yang baru.
Karena cukup tinggi, para peneliti kemudian yakin jika candi yang menghadap ke arah timur itu dulu terbagi menjadi dua tingkat. Pemisah lantai satu dan bawahnya adalah kayu. Soalnya, pada dinding candi, terkuak ada sejumlah lubang yang bisa dijadikan letak penempatan ujung balok kayu, Millens.
Selain itu, terungkap pula bahwa pada candi tersebut, ada tiga ruang belajar dengan ukuran 3,5 x 3,8 meter. Ruangan itulah yang dipakai para biksu untuk bermeditasi atau memperdalam ilmu agama.
Menarik ya, Millens kisah Candi Sari yang terkadang disebut sebagai Borobudur mini ini. Omong-omong, kamu sudah pernah mengunjunginya belum, nih? (Arie Widodo/E05)