Inibaru.id – Setiap memasuki bulan Zulhijah, masyarakat di Desa Kedungwaru Kidul, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak selalu menggelar sedekah bumi, yang orang Jawa biasa menyebutnya "apitan". Sedekah bumi merupakan persembahan hasil bumi sebagai wujud syukur atas nikmat dari sang Pemberi Rezeki.
Oya, disebut apitan karena tradisi ini digelar pada bulan Apit (Zulkaidah dalam kalender Hijriah) yang merupakan pertengahan antara Idulfitri (Syawal) dengan Iduladha (Zulhijah). Masing-masing daerah biasanya punya rangkaian acara apitan yang berbeda-beda.
Nah, di Desa Kedungwaru Kidul, apitan biasa diselenggarakan dengan rangkaian acara arak-arakan sedekah bumi, pergelaran wayang kulit, santunan anak yatim, dan bantuan untuk kelahiran anak pertama. Tahun ini, tradisi yang dibalut dalam suasana budaya dan nilai sosial yang kental itu juga setali tiga uang.
Arak-arakan sedekah bumi jadi acara pembuka dalam tradisi Apitan. Setiap RW membuat gunungan hasil bumi untuk diarak mengelilingi desa. Gunungan itu terdiri atas padi, sayur-sayuran, buah-buahan, palawija, dan lain-lain yang sebagian besar dipetik langsung di kebun mereka sendiri.
“Di desa kami ada lima RW yang membuat gunungan untuk diarak keliling desa,” kata Kepala Desa Kedungwaru Kidul Mujianto, belum lama ini.

Mujianto menerangkan, arak-arakan dimulai dari Kantor Kepala Desa Kedungwaru Kidul menuju ke makam untuk mengirim doa kepada arwah leluhur. Setelah itu, gunungan diarak keliling desa dan kembali ke Kantor Kepala Desa Kedungwaru Kidul.
Selain mengarak gunungan, sebagian anggota rombongan kirab juga melakukan berbagai atraksi kebudayaan seperti barongan dan kuda lumping. Inilah yang membuat masyarakat antusias menonton event tahunan tersebut menjadi lebih seru.
“Kami juga mengajak siswa sekolah SD dan MTS untuk ikut arak-arakan dengan menampilkan drum bund mereka,” tutur lelaki yang akrab disapa Muji tersebut.
Sesampai di halaman Kantor Kepala Desa Kedungwaru Kidul, gunungan sedekah bumi dikumpulkan untuk dibagikan kepada warga. Hasil bumi itu pun segera diserbu tanpa tertinggal satu helai pun.

Menurut Muji, hasil bumi dipercaya dapat membawa keberkahan bagi siapa saja yang mengambilnya. Masyarakat bersedia menunggu dan berebut untuk mendapatkan hasil bumi tersebut sebanyak mungkin.
“Tidak memandang tua-muda, seluruh warga sangat antusias, bahkan sampai ada yang berebut,” ungkapnya.
Salah satu warga, Ulya mengaku mendapatkan sayur kangkung dan kacang panjang. Rencananya, hasil bumi yang dia dapatkan tersebut akan dimasak bersama keluarga. Tiap tahun, dia memang selalu menunggu datangnya momen ini.
Nggak hanya Ulya, dia mengatakan, sedekah bumi Apitan juga ditunggu sebagian besar masyarakat di desanya. Bukan hanya karena gunungannya, tapi juga karena masyarakat bisa menyaksikan langsung berbagai kegiatan kebudayaan dan mendapat bantuan sosial.
“Rasanya senang bisa dapat sayur-sayuran, meskipun tadi harus rebutan sama anak kecil juga,” lontarnya, lalu tertawa, sebelum mengakhiri pembicaraan dan pulang.
Menarik sekali ya, Millens? Ayo temukan tradisi apitan di sekitar tempat tinggalmu dan turut lestarikan budaya tersebut agar nggak luntur hingga diwariskan ke anak cucu! (Sekarwati/E03)