Inibaru.id - Kalau kita amati, tempat pemakaman umum akan selalu ramai ketika menjelang bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idulfitri. Bahkan, tempat parkir penuh dan area kuburan berjejal orang datang silih berganti.
Memang, pada dua momentum itu orang-orang biasanya melakukan ziarah kubur atau sering disebut nyekar. Nggak hanya masyarakat sekitar pemakaman saja, orang yang telah merantau juga jauh-jauh datang ke kampung halaman untuk nyekar.
Sebagai informasi, "nyekar" berasal dari Bahasa Jawa "sekar" yang artinya bunga yang ditabur di pusara makam. Nggak sebatas mendoakan para ahli kubur, aktivitas nyekar biasanya disertai dengan bersih-bersih makam keluarga.
"Setiap nyekar, saya membawa kembang mboreh dan air. Kembangnya ditabur di atas makam dan airnya disiram di nisan," jelas Dwi Songko Septyanto, salah seorang pemuda yang kerap berziarah kubur.
Di makam, dirinya akan membaca surah Yasin dan memanjatkan doa-doa. Nggak lupa lelaki asal Pati itu membersihkan makam dari rerumputan dan daun-daun kering.
Bagian dari Tradisi
Bagi masyarakat Indonesia nyekar merupakan bagian dari tradisi. Dinukil dari NU Online, Wakil Sekretaris PWNU Jateng Muhammad Sochib mengatakan bahwa nyekar nggak hanya realitas dari praktik keagamaan atau kepercayaan, tetapi bahkan lebih luas dari itu, tradisi nyekar melibatkan ranah kebudayaan, sosial, bahkan ekonomi.
Hal itu pula yang dimaknai oleh generasi zaman sekarang tentang nyekar. Seperti yang kita lihat, di makam nggak hanya orang tua tapi banyak pula anak muda berbondong-bondong untuk nyekar. Mereka sadar, tradisi silaturahim lintas-alam itu nggak boleh luntur tergerus modernisasi.
Bagi Andika Nur Usman Ridho, nyekar justru lebih dari tradisi. Lelaki 24 tahun asal Magelang itu menilai tradisi nyekar memiliki banyak sisi positif.
"Tradisi nyekar sendiri menurut pengamatanku dan tanya-tanya sesepuh, tujuan utamanya yaitu mendoakan leluhur kita yang sudah meninggal, berharap diberi "jembar kuburane" atau tenang di alam sana," jelas Usman.
Dia juga menambahkan bahwa dengan nyekar, dirinya bisa tahu silsilah keluarga kita.
Melengkapi pendapat Usman, Sholahudin menilai bahwa nyekar bisa jadi sarana mengingat kematian bagi peziarah, Millens. Jika selalu ingat dengan kematian, besar kemungkinan seseorang itu akan selalu mengisi kehidupannya dengan hal yang positif.
Selain itu, bagi Sholahudin pribadi, berkunjung ke makam keluarga yang sudah berpulang jadi momentum untuk mencurahkan isi hati. Yap, terkadang mengekspresikan sesuatu meski kepada batu nisan cukup membuat hati lega.
Nampaknya, tradisi turun temurun ini memang memiliki makna tersendiri di hati para anak muda, ya? Lantas, apa makna nyekar versi kamu? (Rizki Arganingsih/E10)