Inibaru.id – Warna merah muda keunguan membuat buah ini disebut anggur Asia. Parijata namanya. Di Jawa, buah bercita rasa asam dan sepat ini banyak ditemukan di lereng Gunung Muria. Nggak hanya dikonsumsi sebagai buah segar, parijata juga dijadikan sirup oleh warga setempat.
Sirup Parijotho, begitulah sirup yang bisa kamu temukan di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, itu dilabeli. Adalah Sumarlan, sosok di balik pembuatan sirup dari buah yang diyakini dapat meningkatkan kesuburan alat reproduksi tersebut.
Sudah menjadi semacam mitos di Kudus, pasangan yang belum dikaruniai keturunan dalam waktu lama sebaiknya mengonsumsi parijata. Hal ini seperti diungkapkan Sumarlan. Keyakinan ini nggak lepas dari kisah Sunan Muria yang makamnya juga berada di Desa Colo.
“Parijoto, kan, memang kuat mitosnya. Dulu, Mbah Sunan Muria sudah berkeluarga, tapi belum juga diberi keturunan,” tutur Sumarlan kepada Inibaru.id di kediamannya, sekitar awal Juni 2020.
Konon, untuk memperoleh keturunan, Sunan Muria harus menunggu dalam waktu yang cukup lama. Singkat cerita, putra dari Sunan Kalijaga yang bernama asli Raden Umar Said itu mengonsumsi parijata yang banyak tumbuh di lereng Gunung Muria.
"Nggak lama (setelah makan parijata), beliau punya keturunan. Begitu mitosnya," terang Sumarlan.
Namun, dia menambahkan, khasiat parijata sejatinya bukanlah sekadar mitos. Menurutnya, ada penelitian ilmiah yang mendukung mitos tersebut.
"Parijoto mengandung tannin, flavonoid, dan saponin, antioksidan yang mampu meningkatkan kesuburan," terangnya.
Di Desa Colo, Sumarlan memang dikenal sebagai satu orang yang "rajin" bereksperimen dengan buah bernama latin Medinilla speciosa ini. Di paguyuban, pegiat UMKM ini mungkin menjadi yang pertama membuat sirup dari parijata.
Nggak hanya dipasarkan di sekitar Kudus, sirup parijata buatan Sumarlan juga pernah mengikuti pameran di Singapura. Sirup itu bahkan sempat mengikuti uji laboratorium di sana.
Berdasarkan cerita Sumarlan, ihwal pembuatan sirup bermula ketika dirinya menemukan banyak sekali buah parijata yang terbuang. Di Kudus, parijata semula dijual dalam bentuk buah segar kepada para wisatawan yang banyak ke Makam Sunan Muria tiap akhir pekan.
“Kami lihat, setelah Minggu, banyak buah yang semula dijual ke peziarah tersisa dan terbuang sia-sia," kenang lelaki murah senyum tersebut. "Dari situlah kami memikirkan gimana cara mengolah parijata agar tahan lama, hingga terbesitlah Sirup Parijotho."
Bulan-bulan awal pembuatan sirup parijata, Sumarlan hanya memproduksi dalam jumlah kecil, itu pun untuk dibagikan ke teman-temannya. Ini dilakukannya untuk mendapatkan penilaian, saran, dan masukan dari mereka.
Respons Positif
Setelah mendapat respons positif dari teman-temannya, Sumarlan pun mulai memberanikan diri untuk memasarkan sirup parijata bikinannya. Menurutnya, ketimbang bahan baku terbuang sia-sia, kenapa nggak dijadikan produk bernilai jual saja?
Sirup Parijotho bikinan Sumarlan yang diproduksi Argo Mulyo ini kemudian dijual dalam beberapa ukuran, yakni 100 ml, 250 ml, dan 300 ml. Kendati nggak memakai pengawet, dia mengaku produknya bisa tahan sampai sembilan bulan.
"Harganya berkisar antara Rp 35 ribu hingga 100 ribu, tergantung besanya botol," kata dia. Hm, lumayan mahal, ya?
Harga sirup yang mahal, imbuh Sumarlan, disebabkan oleh bahan bakunya, yakni buah parijata, yang harganya memang sudah cukup mahal. Kali pertama memproduksi sirup, dia bahkan mengaku begitu sulit memperoleh buah yang di Jawa diucapkan parijoto tersebut.
“Sulit (dapat parijata) sebanyak yang dibutuhkan,” ujarnya.
Solusinya, Sumarlan dan teman-temannya pun terjun langsung ke para petani. Mereka melakukan penyuluhan terkait potensi parijata dan gimana cara membudidayakan tanaman yang tumbuh optimal di daerah teduh nan lembap dengan ketinggian 300-750 mdpl tersebut.
Saat ini, Sumarlan mengaku senang karena sudah mulai banyak petani yang membudidayakan tanaman yang juga tumbuh secara alami di Kalimantan tersebut.
Angkat Potensi Lokal
Selain untuk menambah pendapatan, Sumarlan dan kawan-kawan juga memiliki misi mengangkat potensi lokal di Kudus, salah satunya melalui kuliner khas, yakni parijata. Mereka berharap bisa mengenalkan sirup parijata sebagai minuman khas dari Gunung Muria.
“Kalau bisa, sirup ini dikenal sampai kancah nasional, bahkan internasional,” harapnya.
Oya, dalam sehari, Argo Mulyo bisa memproduksi sirup sekitar 50-100 botol dalam berbagai ukuran. Sementara, untuk penjualan, Sumarlan dan teman-teman mengaku bisa menjual 400 hingga 500 botol. Itu pun hanya di daerah Colo.
"Secara keseluruhan, mungkin bisa sampai 600 botol," terangnya.
Namun, penjualan itu, lanjutnya, menurun selama pandemi corona. Dia mengungkapkan, dalam bulan-bulan terakhir, Sirup Parijotho yang mampu dijual mereka mungkin sekitar 100 botol saja per minggu.
Untuk kamu yang tertarik menikmati asam sepat sirup parijata, silakan datang ke Desa Colo, ya. Atau, kamu juga bisa membelinya via daring, kok. (Rafida Azzundhani/E03)