Inibaru.id - Sebelum memacu kereta mini miliknya, Bagong menunjukkan lambang paguyuban yang tertempel di kaca depan. “Paguyuban Kereta Wisata”, begitu bunyi tulisan yang terbaca. Kata Bagong, dia nggak perlu khawatir ditilang polisi.
“Kalau sudah pakai lambang ini terhindar dari tilangan,” katanya.
Sebenarnya, saya nggak paham mengapa stiker ini bisa "sakti" begitu. Sayangnya, Bagong nggak menjelaskan secara rinci perkara ini. Lelaki ini kemudian bercerita kalau di Semarang Utara paling nggak ada empat paguyuban kereta mini. Wah, jadi surga kereta mini ya. Di sana, Bagong kebagian trayek mengangkut penumpang di Sawah Besar.
Setali tiga uang dengan Bagong, Bowo juga merasa diuntungkan dengan bergabung dengan paguyuban. Lelaki yang menjadi anggota Paguyuban Kereta Mini Semarang ini mengatakan, ekosistem peredaran kereta mini jadi lebih kondusif.
Dulu, banyak pemilik kereta mini yang asal serobot dan liar. Mereka nggak ragu saling sikut.
“Kalau sudah urusan perut, susah. Pasti panas. Maka dari itu supaya lebih terkoordinasi, dibuatlah paguyuban,” ujarnya.
Sedikit banyak, Bowo juga mengamati perkembangan kereta mini di Semarang. Dia bahkan bisa menjelaskan kepada saya bagaimana awal mula wahana ini masuk ke Kota Lumpia. Kata lelaki ini, kali pertama kereta mini hadir di Semarang adalah pasca Orba sekitar 1999-2000. Sosok yang membawa kereta mini ini bernama Suherman.
“Pak Herman mengadopsi kereta mini dari Jepara katanya. Dibawa ke Semarang lalu ditiru juga oleh banyak orang,” terang Bowo.
Dari Suherman pula, Bowo cerita kalau banyak diberi ilmu tentang kereta mini. Dari mengoperasikan, standar keamanan, hingga patron kerangka kereta mini.
Konsep kereta mini yang diadopsi banyak membuat jenisnya makin banyak. Bowo menjelaskan ada 3 jenis kereta mini, yaitu yang bermesin mobil, motor viar, sampai sepeda motor biasa.
Paling umum adalah yang bermesin mobil. Berbagai jenis mesin mobil bisa digunakan seperti kijang, Chevrolet, dan Carry. Ada juga yang memakai mesin diesel tapi sudah jarang.
“Kami areanya di kampung. Jadi kalau pakai diesel malah takutnya berisik,” kata laki-laki 26 tahun tersebut.
Sebutan dan Modal
Kereta mini memang nggak cuma dijumpai di Semarang. Di kota-kota lain, kereta mini memiliki nama berbeda. Di Ibukota Jakarta misalnya, masyarakat menyebutnya odong-odong, sementara di Bandung dikenal dengan “Bandros”. Ada juga daerah yang akrab dengan sebutan “Kereta Kelinci”.
Baca Juga:
Asyiknya Naik Kereta Mini, Wahana Tamasya dan Hiburan Murah Masyarakat di Pinggiran Kota SemarangSetelah mengobrol agak lama, saya penasaran juga dengan modal yang dibutuhkan untuk sebuah kereta mini. Bowo membeberkan kalau biaya yang dibutuhkan nggak sedikit. Merakit sendiri atau membeli jadi biasanya berkisar Rp 30-35 juta.
“Kalau saya sih nyicil. Jadi nggak langsung beli satu kereta
mini begitu. Tapi merakit satu-satu,” ujar Bowo yang di lain hari juga bekerja sebagai sopir.
Merasa Dianaktirikan
Orang mungkin hanya tahu pekerjaan sebagai penarik kereta mini nggak berat dan bisa tetap dapat uang. Tapi, nggak ada pekerjaan yang benar-benar mudah untuk dijalani. Inilah yang saya tangkap dari obrolan saya dengan Bowo.
Dia mengaku sering mendapat pengalaman yang memprihatinkan selama mengendarai kereta mini ini. Secara hukum, keberadaan kereta mini dianggap melanggar pasal 227 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukumannya juga nggak main-main yaitu denda hingga Rp 24 juta atau kurungan penjara selama satu tahun.
Bisa dibilang, kendaraan ini rawan kena tilang. Itulah mengapa, gerak edar kereta mini hanya sebatas di pinggiran kota. Kereta mini juga susah dapat lahan parkir ketika mengunjungi objek wisata. Beda perlakuan dengan bus-bus wisata.
“Makanya, kadang kami merasa dianaktirikan. Padahal kami nggak pernah protes atau demo terhadap pemerintah,” ucapnya.
Kesulitan Bowo terasa berlipat di tengah gempuran pandemi seperti sekarang. Banyak jalan yang ditutup membuat lahan mengais rezeki Bowo makin terkikis. Belum lagi tempo hari, dia sempat ditegur karena dianggap membiarkan penumpangnya nggak menerapkan protokol kesehatan.
"Tapi saya sebetulnya nurut. Kereta saya semprot desinfektan. Lalu saya beri hand sanitizer juga. Mewajibkan masker. Cuma terkadang nggak semua penumpang bisa dikontrol," keluhnya.
Terlepas dari semua itu, Bowo berharap banyak kepada Pemerintah agar para pengendara kereta mini ini dirangkul dan diberi lahan bekerja. Menurutnya, banyak objek wisata yang bisa dikolaborasikan dengan kereta mini.
Kalau menurutmu, bagus nggak ide Bowo ini, Millens? (Audrian F/E05)