Inibaru.id – Tokek seringkali dianggap sebagai hewan yang tidak begitu berguna. Oleh karena itulah, banyak warga yang membiarkannya di sekitar rumah atau di kebun-kebun. Tapi, bagi warga Banjarnegara, tokek bisa dimanfaatkan sebagai dendeng, lo. Bahkan, dendeng tokek ini sampai diekspor sampai Tiongkok!
Dilansir dari Suara, Sabtu, (18/4/2020), dendeng tokek cukup populer dijadikan camilan masyarakat Tiongkok dan Thailand. Di sebuah desa yang ada di Negeri Gajah Putih, yaitu Nakhon Phanom, produksi camilan nggak biasa tersebut bahkan sudah eksis sejak lebih dari 40 tahun lalu.
Kepopuleran dendeng tokek di luar Tanah Air ini ternyata diperhatikan oleh warga Banjarnegara. Demi mendapatkan cuan dari negara lain, meskipun di sini dendeng tokek dianggap sebagai penganan yang aneh, mereka memilih untuk tetap membuatnya.
Salah satu produsen dendeng tokek yang melihat peluang rezeki tersebut adalah Eko Supriyanto. Laki-laki berusia 40 tahun warga Kecamatan Bawang tersebut bahkan sudah memulai bisnis nggak biasa ini sejak 2014 lalu, Millens.
Lantas, dari mana dia bisa mendapatkan tokek? Ternyata, sudah ada penangkar dan pemburu tokek yang bisa menyediakan tokek dalam jumlah banyak. Eko pun nggak mempermasalahkan tokek yang diberikan kepadanya masih hidup atau sudah mati. Begitu sampai ke tangannya, tokek-tokek tersebut akan langsung dia ‘eksekusi’.
Hal pertama yang dia lakukan adalah mengeluarkan isi perut tokek sampai bersih. Hal ini membuat tokek yang siap diolah menyisakan bagian yang bisa dimakan saja, yaitu tulang, daging, serta kulit.
“Setelah itu, tokek dibentangkan, dijepit, dan dioven dalam waktu 15 jam,” ceritanya sebagaimana dikutip dari Suara, Kamis (29/9/2022).
Omzet Jutaan Rupiah per Bulan
Eko nggak melakukan bisnis ini seorang diri. Ada enam karyawan yang siap melakukan tugasnya masing-masing di rumahnya. Karena yang mengerjakan banyak, setiap hari Eko pun mampu membuat 750 hingga 1.500 dendeng tokek!
Lantas, bagaimana bisa dendeng tokek produksi Eko sampai ke Tiongkok? Memang, dia nggak mengirimkannya langsung ke Negeri Tirai Bambu. Dia hanya menjualnya ke pengepul. Nah, dari pengepul inilah, dendeng-dendeng tokek ini kemudian diekspor ke Tiongkok untuk dijadikan camilan dan bahan obat.
“Iya, ini dijadikan ramuan pengobatan herbal di sana,” ujar Eko.
O ya, Eko menjual sepasang dendeng tokek dengan ukuran 10-15 centimeter ke pengepul dengan harga yang cukup mahal, yaitu Rp 9 ribu – Rp 19 ribu. Penjualannya dilakukan seminggu sekali. Karena permintaan yang terus tinggi, usahanya pun meraup omzet mencapai Rp 8 juta – Rp 10 juta setiap bulan!
Hm, jadi tertarik membuat bisnis dendeng tokek ya, Millens? (Arie Widodo/E05)