Inibaru.id – Selasa (20/11/2018) lalu masyarakat Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus menggelar tradisi Festival Ampyang Maulid. Tradisi ini diadakan setiap 12 Rabiul Awal untuk memperingati Maulid Nabi. Namun, ada yang unik dari tradisi ini yakni kehadiran nasi kepel khas Loram.
Nasi kepel memang lekat dengan tradisi Ampyang Maulid. Bisa dikatakan, nasi kepel adalah guest star tradisi tersebut karena nasi kepel inilah yang bakal diperebutkan pengunjung di pengujung acara.
Nasi kepel khas Loram Kulon dibungkus menggunakan daun jati dan iikat bersama lauk botok tahu. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)
Bila dimakan, nasi kepel sebenarnya nasi biasa. Hanya saja, penyajiannya berbeda yakni dibungkus daun dan berbentuk menyerupai bulatan. Nasi tersebut biasanya dibungkus dengan daun jati atau daun pisang.
Nasi itu dijuluki nasi kepel karena cara membuatnya dengan dikepel. Dalam bahasa Jawa, kepel berarti meremas sesuatu dan membentuknya seperti bola.
Nasi kepel nggak disajikan sendirian. Masyarakat Loram Kulon bisanya menyajikannya dengan botok tahu yang juga dibungkus dedaunan.
Salah seorang warga Loram Kulon Noor Rosidah mengatakan, isi botok tahu itu berbeda-beda sesuai dengan selera dan kemampuan si pembuat.
Botok tahu dicampur dengan bandeng yang dijadikan lauk pendamping nasi kepel. (Inibaru.id/ Ida Fitriyah)
“Biasanya botok tahu dicampur lauk. Macem-macem sih tapi biasanya botok tahu dicampur daging kerbau yang dipotong kotak-kotak,” ujar perempuan yang kerap disapa Rosi itu.
Saat tradisi Ampyang Maulid, warga Loram biasanya akan diminta menyediakan nasi ini. Setiap rumah akan membuat nasi kepel dan selanjutnya dikumpulkan di Masjid Wali At-taqwa Loram Kulon untuk disatukan dalam tandu Ampyang.
Dulu, nasi kepel ini hanya akan dibawa ke masjid dan didoakan. Setelah itu, nasi dibagikan kepada pengunjung masjid. Namun, sekarang nasi kepel itu dihias beraneka rupa dan diarak dari Lapangan Sepak Bola Loram Wetan ke Masjid Wali At-taqwa.
Pengunjung festival Ampyang Maulid antusias berebut nasi kepel. (Inibaru.id/ Ikhwan S)
“Pas aku kecil, nasi kepel dibawa anak-anak kecil dari musala tempat ngaji ke masjid. Terus nasinya didoain dan dimakan bareng sambil dibagikan pengunjung yang ada di masjid,” lanjut Rosi.
Nggak hanya saat Ampyang Maulid, nasi kepel juga biasa dijadikan bentuk syukur masyarakat Loram Kulon, Millens. Warga yang melakukan syukuran bakal membuat nasi kepel ini dan dibawa ke masjid untuk didoakan. Serupa dengan tradisi Ampyang, nasi kepel itu akan diberikan kepada pengunjung masjid.
“Kalau ada hajat, terus ada syukuran atau bancakan, mereka buat nasi kepel. Dibawa ke masjid. Didoakan di sana. Nanti nasi kepelnya dibagikan ke warga lagi, ke jamaah masjid,” ungkap perempuan berusia 23 tahun itu.
Dengan nasi kepel, warga Loram Kulon menunjukkan rasa syukur mereka. Kalau di tempatmu, ada tradisi makanan semacam ini nggak? (Ida Fitriyah/E05)