Inibaru.id - Menjelang sore hari, jalur pedistrian di sebagian kota besar biasanya mulai dipadati gerobak-gerobak kaki lima. Di antara gerobak penjual penganan tersebut, nggak akan sulit menemukan penjual roti bakar.
Kendati sebagian penjual roti bakar sudah mulai mangkal pada siang hari, kebanyakan dari mereka mulai laris menjelang makan malam. Nggak jarang, pembeli harus mengantre. Namun, sebagian dari mereka bukan membeli roti bakar untuk makan malam, tapi sekadar jadi camilan sore.
Tren masyarakat Indonesia yang jarang makan roti bakar pada pagi dan siang hari sejatinya mengingatkan kita pada kebiasaan orang Belanda yang makan roti sebagai menu makan malam. Mereka menyantap roti yang kandungan proteinnya nggak terlalu berat bersama susu.
Namun, berbeda dengan kebiasaan di Belanda, sebagian besar orang Indonesia yang nggak familiar menyantap roti sebagai utama hanya mengonsumsi roti bakar sebagai camilan. Roti bakar kerap menjadi teman ngeteh atau ngopi pada sore hingga malam hari.
Sangat wajar kalau kebiasaan orang Belanda makan roti bakar pada sore hari ditiru masyarakat Indonesia. Pada abad ke-20, seiring kedatangan mereka ke Nusantara, menu kuliner Negeri Kincir Angin pun ikut terbawa, termasuk di antaranya roti bakar.
Roti bakar diyakini mulai dikenal luas di Eropa sekitar abad ke-18 dan ke-19. Bermacam roti seperti bread toast dan french toast masyhur di sana.
Semula, roti bakar merupakan olahan roti yang sudah nggak segar lagi tapi sayang kalau dibuang begitu saja. Roti kemudian diolesi mentega, keju, dan krim kental manis untuk membuatnya terasa enak ketika dimakan.
Tahun berganti, inovasi terhadap roti bakar juga dilakukan. Roti yang semula cuma diolesi mentega dan krim kian variatif dengan tambahan berbagai macam topping, mulai dari taburan kacang hingga selai buah.
Kendati inovasi topping terus dilakukan, roti bakar bagi orang Indonesia tetaplah sama, dimakan sore-sore dan (mungkin) selamanya cuma bakal jadi camilan. Ha-ha. (MG32/E03)