inibaru indonesia logo
Beranda
Kelirupedia
Polisi Zaman Old Tak Perlu Mengincar Bramacorah
Rabu, 22 Nov 2017 15:44
Bagikan:
Angka pada tubuh sapi yang dibuat dengan stempel besi panas untuk menandai. (masirul.com)

Angka pada tubuh sapi yang dibuat dengan stempel besi panas untuk menandai. (masirul.com)

Pada zaman old para bramacorah ini dicari para pemilik sapi, pada zaman now, polisilah yang mencari mereka.

Inibaru-id - Dalam kanal Kelirupedia di situs inibaru.id ini, kita sudah tahu tentang kata “bajingan” yang dulunya mulia sebagai sosok yang mencari nafkah dengan penarik gerobak  atau pedati lalu bergeser maknanya menjadi sosok buruk, kriminal, dan dipakai sebagai umpatan.

Nasib serupa dialami kata “bramacorah”.  Ada juga yang menulisnya “bromocorah”. Mari kita lihat dulu beberapa contoh dari judul pemberitaan.

“Dua Timah Panas Akhiri Petualangan Bramacorah Narkoba” (Liputan6.com,  17/3/2017). Ini berita tentang kriminal kasus narkoba di Batu Hampar, Kabupaten Rokan Hilir, Riau yang bolak-balik masuk penjara. Lelaki berinisial ZE itu mati ditembak petugas kepolisian karena melawan dengan parang ketika hendak ditangkap. Sang jurnalis menyebut lelaki itu “bramacorah” dalam judul beritanya.

Baca juga:
Dulu Kau Tunggu Para Bajingan, Kini Kau Mengumpatinya
Wong Berpakaian Seronok kok Dilarang?

Atau judul yang ini, “Resahkan Masyarakat, 34 Bromocorah Medan Diringkus” (Republika.co.id, 21/6/2017). Isi berita tentang orang-orang yang berperilaku buruk dan suka meresahkan masyarakat. Dalam berita itu pula, jurnalisnya memakai kata lain untuk orang-orang seperti itu, yaitu “preman” (kata “preman” yang termasuk kata bernasib serupa “bajingan” dan “bramacorah” akan dibahas kali lain-Red).

Tak hanya jurnalis, sebagian besar dari kita pun berpendapat serupa. Begitu disebut kata “bromocorah” atau “bramacorah”, gambaran mengenai orang-orang jahat itulah yang muncul.

Kelirukah kita? Mari kita cek dulu di KBBI. Dalam kamus itu, kata “bromocorah” adalah bentuk tidak baku dari “bramacorah”. Kata terakhir itu punya dua makna, (1) orang yang melakukan tindak pidana; residivis; (2) penjahat yang sehari-harinya bergaul dengan masyarakat, tetapi pada suatu saat tidak segan-segan melakukan kejahatan, seperti merampok.

Nah, jadi benar,kan? Polisi tentu saja akan menangkap para “bramacorah”, dan jurnalis tak keliru menggelari  orang-orang seperti itu sebagai “bramacorah”.

Tapi sebenarnya, siapakah dulu para “bramacorah” itu?

Baca juga:
Graha, Buaya yang Moncer sebagai Nama Perumahan
Setahun 300 Orang Terseret Kasus Dana Desa

Saroni Asikin (Suara Merdeka, 15/3/2015) menulis bahwa “bramacorah” adalah para tukang cap sapi atau orang-orang yang pekerjaannya memberi tanda pada tubuh sapi dengan logam panas.

Yap, bekerja sebagai tukang tato sapi adalah pekerjaan halal. Polisi tak perlu mengincarnya untuk ditangkap.

Tapi dalam ilmu bahasa, pergeseran makna selalu terjadi. Sayang, belum ditemukan referensi yang melatarbelakangi mengapa “bramacorah” yang bermakna positif berubah menjadi negatif.

Bila ada pembaca inibaru.id yang mengetahui ihwal itu, bagus benar bila membagi pengetahuan itu dengan berkomentar di sini. (EBC/SA)

Komentar

OSC MEDCOM
inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved