Inibaru.id - Komunitas pencinta film telah berkali-kali didirikan di Kota Semarang dalam dua dekade terakhir. Sayang, banyak yang tumbang nggak lama kemudian. Namun, saya menaruh harapan cukup besar untuk Sineroom, gerakan kolektif yang konsisten memberi ruang untuk penikmat film di Kota Lunpia.
Menurut saya, Sineroom cukup menarik karena berhasil bertahan hingga kini. Sejak didirikan pada 2015 lalu, mereka selalu konsisten memberi ruang bagi para penikmat film di Semarang, meski beberapa waktu terakhir agak jarang terdengar gaungnya.
Karena penasaran, saya pun sengaja menghubungi salah seorang penggawanya, yakni Erma Yuliati. Perempuan murah senyum itu adalah salah satu inisiator yang saat ini menduduki posisi Manajer Program di Sineroom.
Bagaimana kabar Sineroom? Saya bertanya singkat, yang segera dijawabnya panjang lebar. Seperti dugaan saya, Erma dengan jujur mengatakan, Sineroon sempat vakum selama dua tahun terakhir. Pandemi diakuinya menjadi masa paling berat, karena meraka nggak bisa berbuat apa pun.
"Karena nggak bisa bikin kegiatan apa-apa, pada akhirnya kami memilih vakum. Dua tahun, tapi sekarang mulai konsisten lagi bikin program pemutaran film seperti sebelumnya," tuturnya, optimistis.
Penyedia Tontonan Alternatif
Saya termasuk orang yang merasa sedih kalau Sineroom ikut meregang nyawa sebagaimana banyak komunitas film yang pernah berdiri di Kota Semarang. Yap, karena selama delapan tahun berdiri, gerakan ini telah berhasil menyajikan tontonan alternatif yang menarik bagi Semarang.
Seperti dikatakan Erma, sejak awal didirkian, agenda besar Sineroom adalah fokus pada pemutaran film. Untuk film yang disajikan, lanjutnya, kebanyakan adalah film-film yang didistribusikan secara mandiri.
"Film yang didistribusikan secara mandiri itu kebanyakan hanya diputar di kota-kota besar seperti Bandung, Yogyakarta, atau Jakarta. Nah, keberadaan Sineroom membuat film ini juga bisa dinikmati di Semarang," terang perempuan berkacamata ini.
Selain pemutaran film, Sineroom juga rutin menggelar program diskusi film bertajuk Sinema Dialog. Terus, ada juga Talkshow Film dan Sinema Berbagi. Kemudian, meski jarang dilakukan, ada program Suara Sinema yang berkolaborasi dengan teman-teman musikus.
Mencoba Terus Bertahan
Konsisten selama bertahun-tahun membesarkan komunitas yang berdiri pada 29 Juli 2015 itu bukanlah pekerjaan gampang. Ibarat berlari, Erma mengungkapkan, napas Sineroom kerap tersengal-sengal. Kaki juga acap pegal.
"Awal berdiri, Sineroom ada beberapa orang, tapi sekarang tinggal tiga yang aktif karena yang lain sibuk dengan pekerjaan masing-masing," aku Erma, menjelaskan situasi yang menimpa Sineroom saat ini.
Namun, struktur kepengurusan yang ramping ini nggak lantas membuat semangat Erma dan kawan-kawan lainnya mengendur. Mereka mencoba konsisten dengan tetap menggelar pemutaran film secara rutin.
"Kami juga sempat membuat dua film, yakni Gilo-gilo Jajane Teko dan Ziarah Kenangan, yang diproduksi para sineas Semarang," terang Erma.
Sampai kapan pun, dia berharap Sineroom akan bertahan. Karenanya, perempuan asal Ungaran itu mengaku terbuka bagi siapa pun yang ingin bergabung, terutama anak muda yang memiliki ketertatikan atau hobi di dunia perfilman.
"Yang penting punya kesamaan hobi, suka film, dan bersedia ikut membesarkan Sineroom, silakan bergabung," tandas Erma. "Saya berharap ada regenerasi (di Sineroom)."
Nah, buat teman-teman yang suka nonton dan diskusi film, boleh banget nih gabung Sineroom! (Fitroh Nurikhsan/E03)